Manado, Kompas -
Petugas Pos Gunung Api Lokon, Farid Ruskanda, mengatakan, semburan asap disertai abu vulkanik sudah terjadi sejak Senin lalu.
”Sejak pagi terjadi peningkatan gempa tremor di Gunung Lokon mencapai 2 milimeter,” katanya. Gempa tremor mengindikasikan adanya aktivitas atau suplai magma dan gas dari perut gunung ke permukaan yang menyebabkan terjadinya letusan. Ia juga menegaskan bahwa status Gunung Lokon masih tetap siaga.
Menurut Farid, aktivitas vulkanik Gunung Lokon kemarin lebih kecil dari letusan pada 28 Juni lalu, yang membuat sebagian kota Tomohon berdebu.
Meskipun demikian, sejumlah warga Tinoor yang berada di kaki gunung meminta Pemerintah Kota Tomohon menyediakan masker bagi warga yang beraktivitas di luar rumah.
Arie Pangkey, warga Tinoor, mengatakan, semburan Gunung Lokon membuat udara di Tinoor berdebu. ”Banyak debu tipis di udara akibat semburan Lokon,” kata Arie.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Surono di Manado mengatakan tidak ada kaitan letusan Soputan dan aktivitas vulkanik Gunung Lokon.
Ia juga menyatakan bahwa tiga dari 10 gunung api di Sulawesi Utara saat ini dalam kondisi ”sakit” sehingga mesti diwaspadai. Tiga gunung itu adalah Gunung Karangetang di Kabupaten Sitaro, Soputan, dan Lokon. ”Tiga gunung itu terus menunjukkan aktivitas sepanjang tahun,” katanya.
Sementara itu, sejumah warga di Kabupaten Minahasa Tenggara yang terkena dampak letusan Gunung Soputan mengeluhkan rusaknya prasarana air bersih dan listrik. Sejumlah desa di sana sampai kemarin masih mengalami pemadaman setelah letusan Soputan pada 3 Juli lalu.
Anis Soriton (40), warga Kalatin, mengatakan, tanaman hortikultura milik warga rusak. Ia menyebut tanaman cengkeh, lada, tomat, pisang, salak, dan cokat yang luasnya mencapai ratusan hektar tertutup debu Soputan.