Padang, Kompas
Aktivitas tersebut tampak pada Minggu (19/6) di sejumlah titik. Salah satunya adalah aktivitas pengeprasan sebuah kawasan bukit di Kelurahan Gunung Sarik, Kecamatan Kuranji, Kota Padang, yang dilakukan dengan mengerahkan sejumlah ekskavator. Aktivitas itu meninggalkan sejumlah ceruk raksasa dengan kedalaman sekitar 1 meter di bawah permukaan jalan raya.
Tidak jauh dari lokasi itu terdapat sejumlah permukiman penduduk. Beberapa lahan sawah juga terhampar tidak jauh dari lokasi penggalian tersebut.
Sebelumnya, sejumlah truk tampak dengan bebas masuk ke sejumlah aliran sungai untuk mengambil batu kali. Truk-truk tersebut mengangkut batu-batu kali beragam ukuran tanpa ada pengawasan sedikit pun dari aparat berwenang.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sumatera Barat Marzuki Mahdi mengatakan, semestinya aktivitas pengeprasan tanah perbukitan dilakukan sesuai aturan.
”Mereka mungkin sudah punya izin, terutama yang berani mengerahkan alat-alat berat. Namun, semestinya tidak boleh ada galian yang lebih dalam dari batas permukaan jalan,” katanya.
Marzuki mengatakan, izin pengeprasan bukit biasanya diberikan dengan tujuan agar penambang tidak sampai merusak areal persawahan warga. Adapun untuk aktivitas pengambilan batu-batu kali pada sejumlah aliran sungai di Kota Padang, hal itu sangat dilarang.
”Itu tidak boleh dilakukan karena dalam jangka panjang memang akan merusak lingkungan,” katanya.
Menurut Marzuki, batas yang aman untuk pengambilan galian C di sungai sekitar 500 meter dari hulu bangunan sungai dan sekitar 1.000 meter dari hilir bangunan sungai. Namun, batas dari hulu bangunan sungai yang di antaranya berupa bendungan atau jembatan ini kerap kali diabaikan begitu saja.
Namun, menurut Marzuki, pihaknya tidak bisa berbuat banyak mengingat kewenangan pemerintah provinsi yang nyaris sudah tidak ada lagi dalam menangani persoalan teknis lingkungan seperti itu.