JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, dugaan penggelembungan dana (mark up) pada pembelian pesawat Merpati Nusantara Airlines tipe M-60 dari perusahaan asal China, Xian Aircraft Industry, sebaiknya diteliti. Ia tak mau menduga-duga mengenai indikasi adanya penggelembungan dana tersebut.
"Saya tidak mau menduga-duga mengenai kasus tersebut. Lebih baik diteliti dengan baik saja," ujar mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar ini kepada wartawan di kediamannya, Jalan Brawijaya No 6, Jakarta Selatan, Rabu (11/5/2011).
Akan tetapi, Kalla menilai, terjadi keunikan dalam kisaran dana pembelian yang dikatakan di atas harga pasar. Untuk itu, dalam kasus tersebut, ia menyarankan agar lebih baik menanyakannya kepada beberapa pihak terkait, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian BUMN.
"Merpati mengatakan, dia (Merpati) beli 11,2 juta dollar AS, jadi kan kalau dikali 15 pesawat yang dibeli saat itu cuma sekitar 160 juta dollar AS. Tetapi jaminannya itu dibeli 220 juta dollar AS. Nah, ke mana yang lain sisanya? Tanya saja ke Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, atau Kementerian BUMN. Saya tidak tahu karena saat itu bukan zaman saya lagi," tuturnya.
Sebelumnya, Sabtu (7/5/2011), Direktur Eksekutif Indonesia Development Monitoring Munatsir Mustaman mengungkapkan, ada dugaan penggelembungan dana dalam pengadaan pesawat Merpati tipe MA-60. Sebab, satu pesawat dihargai 14,3 juta dollar AS setelah dikenai pajak. Padahal, harga normal untuk pesawat MA-60 yang baru hanya 11,1 juta dollar AS.
"Mark up ini dilakukan Kementerian BUMN, Bappenas, dan Kementerian Keuangan serta Kementerian Perhubungan," kata Munatsir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.