Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hidup Mereka Bertumpu di Rawa Biru

Kompas.com - 20/04/2011, 17:48 WIB

Rupanya, tidak saban hari warga setempat berburu. Biasanya berburu dilakukan setelah jeda 3-4 hari. Pasalnya, selain tempat perburuan kian jauh, jumlah hewan buruan pun makin berkurang. Hewan buruan kian terdesak menjauh dari perkampungan.

Biasanya, sekali berburu, Antonius menempuh perjalanan menggunakan kole-kole (sampan dari kayu pohon bus) menuju lokasi menyusuri rawa. Sekali perjalanan butuh waktu 6 jam.

Mereka sering kali harus tidur di hutan 1-2 malam dengan membawa bekal secukupnya. Jika ingin berburu rusa, malam hari mereka tidur di hutan dan baru keesokan harinya berburu.

Lain lagi jika urusan berburu buaya. Untuk memburu hewan jenis melata ini, mereka menyusuri sungai pada malam hari. Senter adalah alat utama.

Hukum adat

Perburuan oleh warga suku Kanum lebih didorong faktor ekonomi. Buruan tidak semuanya mereka konsumsi sendiri, tetapi mereka jual. Uang dari hasil berburu mereka gunakan untuk membeli bahan kebutuhan pokok, seperti beras, garam, rokok, dan pinang, serta memberikan uang saku kepada anak.

Uang hasil berburu biasanya akan habis dalam 3-4 hari. Jika uang sudah habis, mereka berburu lagi. ”Hanya dari berburu kami bisa dapat uang,” ungkap Markus Dimar (27), warga Kampung Rawa Biru.

Mereka umumnya menjual buruan ke Merauke. Di perkotaan, kulit buaya dijadikan bahan kerajinan yang menghasilkan dompet, tas, dan sepatu. Adapun daging rusa dijadikan dendeng, sate, dan bakso. Harga daging hewan buruan relatif murah. Rusa yang diburu semalaman dihargai Rp 20.000 per kg. Berat bersih daging rusa sekitar 20 kg per ekor, sedangkan kanguru dihargai Rp 30.000 per ekor.

Hasil itu harus dibagi rata sesuai jumlah orang yang berburu, biasanya 2-3 orang. Buaya relatif memiliki harga jual lebih tinggi, sebanding dengan risiko memburunya, tetapi hanya kulitnya yang laku dijual. Daging buaya biasanya dikonsumsi sendiri oleh keluarga pemburu.

Nicolaus Nek Tjong (66), pengusaha dendeng rusa di Merauke, mengaku kini semakin susah mendapatkan pasokan daging rusa. Padahal, tahun 1990-an, rusa masih bisa ditemukan berkeliaran di tepi kota Merauke. Kini, pemburu harus mencari rusa di pedalaman. Pihaknya pun sekarang lebih banyak dikirimi daging rusa dari pedalaman jauh dari Merauke, seperti Kimam, Kondo, dan perbatasan RI-Papua Niugini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com