Namun, tidak semua pengguna jalan sepakat dengan tingkah polah Pak Ogah. Ada juga di antara mereka yang tidak mau memberi imbalan meski pintu mobil sebelah kanan nyaris ditempel rapat dan laju mobil dihalangi sebelum mendapat imbalan. Akhirnya, mereka hanya diam dan balik ke posisi semula jika tak dibayar.
Ani (34), pengguna kendaraan di Depok, mengaku tidak butuh Pak Ogah karena untuk balik arah di sebuah putaran dapat dilakukan sendiri. Namun, dia terpaksa memberi uang setiap kali ada Pak Ogah karena khawatir mereka merusak mobil.
Pekerjaan mereka nyaris tanpa keterampilan khusus sehingga malah mengacaukan lalu lintas. ”Kalaupun mereka tidak ada di jalan itu, lalu lintas malah lebih baik. Ini seperti pemalakan di jalanan,” katanya.
Reinaldi (47), warga Sawangan, berpendapat, kehadiran Pak Ogah bagai dua sisi mata uang. Di satu sisi mereka diperlukan jika benar-benar membantu pengguna jalan, seperti di pertigaan Tugu, Sawangan. Untuk Pak Ogah yang ini, Reinaldi ikhlas memberi imbalan.
Namun, perilaku Pak Ogah di depan kawasan Perumahan Sawangan Permai menjengkelkan. ”Mereka asal mengatur kendaraan. Maunya hanya duitnya,” katanya.
Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Kota Depok Komisaris Slamet Widodo mengatakan, sejauh ini belum ada pembinaan khusus terhadap Pak Ogah di Depok. Menurut dia, Pak Ogah dapat membantu tugas polisi di jalan yang jumlahnya terbatas. (Andy Riza Hidayat)