Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keajaiban, yang Selamat dari Malapetaka

Kompas.com - 14/03/2011, 07:58 WIB

TSUNAMI yang menyapu pesisir timur Pulau Honshu dan pulau lain di pantai Pasifik, Jepang, telah meninggalkan sejuta kisah sedih bagi para korban yang selamat. Setelah berjuang melawan air bah berkecepatan 800 kilometer per jam itu, bahkan ada yang terseret hingga sejauh 15 kilometer ke laut lepas, mereka berhasil ditemukan dalam kondisi selamat.

”Apakah saya sedang bermimpi? Saya merasa seperti dalam sebuah film fiksi,” kata Ichiro Sakamoto (50), warga Hitachi di Prefektur Ibaraki. ”Setiap kali saya mencoba mencubit pipi untuk memastikan apakah saya bermimpi atau tidak,” katanya.

Hitachi, seperti kota lain di Jepang, adalah kota modern. Siang itu, tidak lama setelah terjadi tsunami, Sakamoto merasa telah kehilangan kotanya. Ia seperti ”terlempar jauh” dari kehidupan nyata yang modern ke sebuah padang sampah dan lumpur yang amat luas. Kehidupan kota yang riuh telah berubah sepi hening. Tsunami telah melumat kehidupannya.

Kalau saja Sakamoto di Sendai, ibu kota Prefektur Miyagi, mungkin dia akan mengatakan, ini adalah mimpi buruk yang panjang. Di sini, sebuah pesawat terbang hancur terseret gelombang dan terdampar di sebuah kompleks perumahan yang juga hancur. Sebuah mobil bertengger di bubungan rumah. Sebuah kapal terempas sejauh belasan kilometer ke daratan.

Scott West, seorang aktivis kelautan, melukiskan dahsyatnya gelombang laut itu mirip kehancuran ”apokaliptik”. Seperti ditulis Agence France-Presse, West menuturkan bagaimana ia menyaksikan ganasnya sapuan tsunami, yang ia sebut ”dinding air hitam yang menderu-deru”.

Aktivis Sea Shepherd Conservation Society yang berbasis di AS itu sedang berada di kampung nelayan Otsuchi, Prefektur Iwate, salah satu daerah paling parah tersapu tsunami di Pulau Honshu, Jumat lalu. Ia sedang asyik ngobrol dengan beberapa nelayan. Sesaat setelah gempa dahsyat pukul 14.46 waktu setempat, tiba-tiba terdengar suara menderu keras.

Mereka melihat ”dinding laut hitam yang tinggi dan menderu hebat” sedang bergerak menuju daratan. Hanya dalam sekerlingan mata, dinding tembok dan rumah hilang diterjang air yang dengan cepat mengisi lembah-lembah dan celah-celah di tepi pantai di permukiman nelayan itu. Tanpa berpikir panjang, mereka pun lari sekencang-kencangnya menuju tempat yang agak tinggi.

Pada saat yang sama, kata West, guncangan gempa susulan yang cukup keras terjadi berkali-kali. Seorang wanita yang terseret air bah menjerit minta tolong. Di samping wanita, tsunami menyapu puluhan bangunan dan kendaraan. Orang-orang berteriak histeris ketika air nyaris menyentuh tumit mereka. Sebagian dari mereka akhirnya hanyut.

”Kemudian saya melihat sesosok mayat di pantai. Rumah, mobil, dan barang apa saja telah hancur, menyatu menjadi sampah yang bergulung-gulung diempas arus air,” ujarnya.

West mengatakan, Otsuchi sebenarnya kota pantai yang cukup besar. Daerah itu telah menjadi kota mati. Bencana gempa dan tsunami telah meninggalkan kerusakan dan kebakaran, tidak ada yang tersisa. ”Penderitaan warga yang selamat tidak terkira. Mereka terguncang hebat karena kehilangan harta benda dan orang-orang yang dicintai,” katanya sedih.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com