Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Desa Kemiren yang Kental Osingnya

Kompas.com - 08/01/2011, 03:35 WIB

Oleh Nasru Alam Aziz

Akhir November lalu, satu bus berpenumpang turis dari Belanda menyambangi Desa Kemiren, antara lain ke Sanggar Pelangi Sutera yang dipimpin Uripno. Saat itu kebetulan ada 25 remaja putri tengah mengikuti pelatihan tari gandrung profesional atau gandrung terop. 

Beberapa bule lelaki-perempuan turut berjoget dengan gerak tubuh seadanya, mengikuti gerakan piawai para calon penari gandrung itu.

”Wisatawan mancanegara yang ke Banyuwangi (Jawa Timur) mesti singgah di Kemiren. Karena, kedatangan mereka ke Banyuwangi terasa lengkap apabila datang ke sini,” ujar Uripno, warga Dusun Krajan, Desa Kemiren, Kecamatan Glagah.

Warga desa yang berpenduduk 2.430 jiwa itu umumnya keturunan suku Osing. Ini menjadi tempat tujuan wisatawan karena satu dari beberapa desa di Kecamatan Glagah nuansa osingnya masih sangat kental.

”Desa ini diposisikan sebagai desa wisata juga karena warganya masih memegang teguh adat dan kebiasaan leluhurnya,” kata Ayu Sutarto, guru besar Fakultas Sastra Universitas Jember.

Ibarat metafora mur dan baut, Kemiren dengan nuansa osingnya sebagai baut, lalu dipasangi mur pariwisata, sehingga kian mengeratkan pertautan antarkeduanya. Ini diperkuat dengan masih banyaknya rumah tradisional di antara rumah permanen penduduk yang di sana, yang sebagian besar bekerja sebagai petani.

Emperan atau teras di depan rumah penduduk, kerocogan dan baresan, yaitu atap rumah yang jika dilihat dari bagian sampingnya masing-masing berbentuk segitiga dan topi peci, ditambah konstruksi berupa kayu, tanpa paku dan tak beralaskan semen, semuanya mengukuhkan keunikan suku etnis Nusantara yang menjadi salah satu ranah yang dirambah program pariwisata.

Sedikitnya ada 32 acara budaya—yang 18 di antaranya berupa kesenian—masih dijalankan penduduk desa seluas 177.052 hektar itu. Sebutlah acara daur hidup macam Pitonan atau bulan ketujuh kehamilan, kemudian yang bersangkutan dengan tata cara pernikahan berupa ngeleboni (keluarga calon pengantin lelaki mendatangi keluarga calon pengantin perempuan), angkat- angkatan, sebuah proses pertunangan calon pengantin.

Hari besar keagamaan berkaitan dengan tradisi warga pun rutin dilaksanakan tiap tahun. Misalnya, Ndog-ndogan atau Maulidan, hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Telur yang dihiasi bendera, nasi lengkap dengan sayur, lauk, dan kue yang disimpan dalam ancak sebagai wadah, dibawa ke tempat acara di masjid.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com