Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Sang Pelindung Minoritas

Kompas.com - 31/12/2010, 05:22 WIB

Dalam hal ini, Gus Dur kerap ”mengambil alih” kewajiban negara. Akibatnya, Gus Dur senantiasa menjadi tempat berlindung dan mengadu mereka yang dianaktirikan oleh negara, saudara sebangsa, atau bahkan seagama.

Kini, setelah satu tahun Gus Dur wafat, posisi itu kerap kosong. Ibarat sepak bola, posisi Gus Dur tidak tergantikan sebagai ”pengatur” sekaligus ”penahan” serangan. Kalaupun ada yang mengisi posisi Gus Dur di lapangan kebangsaan, belum ada yang memiliki ”teknik individu” lengkap seperti Gus Dur.

Keberagamaan bangsa

Gus Dur lahir dan besar di lingkungan ormas keagamaan dengan semua tradisi dan garis perjuangannya, yaitu NU. Namun, ilmu keagamaan dan tradisi itu tak membuat Gus Dur kaku menghadapi modernisasi.

Meminjam istilah filsuf Arab modern—meninggal sesaat setelah Gus Dur wafat—Muhammad Abid Al-Jabiri, Gus Dur mampu memahami tradisi dan ajaran keagamaan relevan dengan diri sendiri (masa lalu) sekaligus relevan dengan konteks modernitas saat ini (... ja’lil maqru’i mu’ashiran linafsihi wa mu’ashiran lana).

Memadukan kesadaran masa lalu (tradisi) dengan tuntutan masa kini dalam satu sikap keberagamaan tidaklah mudah. Perlu keberanian menyadari keterpisahan (al-fashlu) masa lalu dengan masa kini (dalam konteks problematika, ilmu pengetahuan dan muatan ideologis) sekaligus ketersambungan (al-washlu) keduanya (dalam konteks pemahaman dan rasionalitas).

Gus Dur mampu melakukan dua pendekatan (pemisahan dan penyambungan) secara seimbang. Gus Dur tidak terlepas dari masa lalu (dari segi tradisi dan penampilan), tetapi menyatu dengan konteks kekinian (dari segi pemikiran dan pengetahuan).

Tak heran bila Gus Dur mampu menyenyawakan nilai-nilai luhur agama dengan nilai-nilai kebangsaan. Di tangan Gus Dur aspek keagamaan tidak mengalahkan aspek kebangsaan, begitu pun sebaliknya. Keduanya seiring dan sejalan.

Maka, sudah sepantasnya jika sepak terjang keagamaan Gus Dur menjadi model gerakan keagamaan di Indonesia. Selain karena sesuai dengan nilai-nilai universal keagamaan, perjuangan seperti inilah yang mampu mempertahankan kemajemukan sebagai jati diri bangsa.

Semua perjuangan yang diteladankan Gus Dur menjadi tantangan tersendiri bagi NU, terutama para pengurus dan elite-elitenya. Mampukah NU melanjutkan garis perjuangan yang ”disunahkan” Gus Dur? Mampukah NU melahirkan kembali tokoh-tokoh besar seperti Gus Dur yang konsisten mencintai bangsa dan kemanusiaan?

Hasibullah Satrawi Warga NU; Alumnus Al-Azhar, Kairo, Mesir, Aktif di Moderate Muslim Society, Jakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com