Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penangkaran Terhambat

Kompas.com - 28/12/2010, 02:39 WIB

SUKABUMI, KOMPAS - Penangkaran penyu hijau, Chelonia mydas, di Kawasan Konservasi Penyu Pangumbahan, Pantai Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, tak berjalan optimal. Fasilitas konservasi yang belum menunjang dan gangguan pihak luar menyebabkan target konservasi tersendat.

Koordinator Lapangan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pantai Pendaratan Penyu Pangumbahan, Janawi, Jumat (25/12) pekan lalu, mengatakan, hingga saat ini belum ada peraturan daerah (perda) yang khusus mengatur izin wisatawan memasuki kawasan penangkaran. Padahal, ratusan wisatawan setiap pekan menyaksikan pelepasliaran tukik dan menyaksikan induk penyu bertelur di pantai.

Keberadaan wisatawan kerap mengganggu proses bertelurnya induk penyu. Gangguan berasal dari lampu kamera dan cahaya senter milik wisatawan. Peringatan sudah disampaikan berulang kali, tetapi tetap ada wisatawan yang melanggarnya.

”Mereka sensitif terhadap cahaya. Kalau ada cahaya berlebihan, penyu-penyu itu sering membatalkan bertelur di pantai dan kembali ke laut,” kata Adang Sholehudin, penanggung jawab tukik, Jumat.

Jatah

Gangguan yang tak kalah beratnya adalah pencurian telur penyu hijau. Bahkan, beberapa oknum aparat juga beberapa kali meminta telur penyu dengan paksa kepada petugas jaga. Kerap kali mereka meminta jatah sampai dua sarang. Setiap sarang rata-rata berisi 100 telur. Mereka masuk dari lokasi-lokasi yang sulit diawasi oleh petugas.

Alasan oknum aparat itu meminta jatah telur penyu hijau adalah untuk obat meski kenyataannya dijual ke pasar dengan harga berkisar Rp 5.000 per butir. Dengan menjual telur satu sarang, oknum atau pencuri mendapat uang Rp 500.000.

”Kami selalu menolak permintaan itu. Namun, hal itu sering sukar dikontrol oleh petugas kami yang jumlahnya 12 orang di lapangan,” kata Adang.

Pencurian dan gangguan saat penyu bertelur berakibat semakin sedikitnya penyu hijau yang bisa dilestarikan karena potensi hidup penyu itu kecil. Dari 100 tukik, hanya satu tukik yang bisa selamat setelah dilepasliarkan. Untuk mendapatkan satu penyu butuh waktu sampai 30 tahun. Predator alam di laut hingga nelayan yang menjaring penyu untuk diambil daging dan tempurungnya adalah pengancam kelestarian penyu hijau.

Penetasan

Untuk memudahkan pengawasan, petugas memindahkan telur-telur penyu yang baru ditelurkan oleh induknya ke tempat penetasan. Ada tiga tempat penetasan yang dibuat, tetapi hanya satu yang berfungsi baik. Dua tempat penetasan yang diberi atap malah banyak dikerubuti semut. Akibatnya, banyak telur yang tak menetas menjadi tukik.

Penetasan telur hanya dilakukan di satu tempat yang mampu menampung sekitar 500 sarang telur penyu. ”Ke depan, kawasan ini dikembangkan menjadi lokasi wisata terpadu sekaligus dijadikan pusat penyu (turtle center) di Indonesia,” ujar Janawi.

Belum adanya aturan yang jelas antara kawasan konservasi atau penangkaran penyu dan daerah yang memang diperuntukkan bagi wisata, diakui Janawi, menyulitkan petugas di lapangan. (rek/tht)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com