Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

100 TKI Berbulan-bulan Menunggu Pemulangan

Kompas.com - 18/11/2010, 03:27 WIB

Dubai, Kompas - Lebih dari 100 tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Dubai, Uni Emirat Arab, berbulan-bulan menunggu hingga bisa dipulangkan. Mereka tidak bisa pulang karena paspor ditahan oleh majikan atau agen pengirim.

Kini mereka sedang ditampung di Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Dubai. ”Jumlah TKI yang ditampung di sini tidak tetap, tetapi rata-rata 120 orang,” kata Mansyur Pangeran, Konsul Jenderal RI di Dubai, pekan lalu.

Jumlah TKI bermasalah ini, menurut Mansyur, tidaklah besar jika dibandingkan dengan jumlah TKI yang bekerja di Uni Emirat Arab secara keseluruhan. ”Jumlah tenaga kerja Indonesia yang ada di negara ini sekitar 100.000 orang, dengan komposisi 80 persen bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan selebihnya pekerja profesional,” ujar Mansyur.

Para TKI yang ditampung di Konsulat itu adalah TKI yang bermasalah dengan majikan. Sebagian besar dari mereka mengalami kekerasan fisik dan psikis. Misalnya saja Ayu Hayati (23), perempuan asal Karawang, Jawa Barat. Dia bekerja di keluarga asal Iran di Al Mutena.

”Saya sudah bekerja di keluarga itu selama enam bulan. Selama tiga bulan pertama mereka baik, tetapi pada tiga bulan terakhir berubah. Beberapa kali saya ditampar dan akhirnya mereka tidak membayar gaji saya selama tiga bulan,” tutur Ayu yang digaji 600 dirham (sekitar Rp 1,5 juta) per bulan.

Kesal kepada majikan

Pertengkaran besar terjadi ketika Ayu sedang membersihkan kaca jendela, tetapi tetap dibilang masih kotor oleh majikannya. Karena mengaku sudah sangat kesal, saat diminta membuatkan teh, Ayu menambahkan air kencingnya ke dalam teh tersebut. Perbuatan Ayu ini kepergok majikannya. Ayu pun diserahkan kepada polisi.

Ayu sempat dipenjarakan di kantor polisi setempat selama 12 hari. Kemudian, setelah Konsulat mendapatkan laporan dari polisi, Ayu pun dijemput oleh Konsulat. Dia sudah berada di Konsulat lebih dari satu bulan.

Sementara itu, Siti Maemunah binti Ngasmen (26), asal Kendal, Jawa Tengah, sudah dua bulan tinggal di Konsulat. Dia belum bisa pulang karena paspornya juga masih ditahan oleh majikan.

Selama ini dia bekerja pada keluarga asal Jordania. ”Awalnya mereka baik, tetapi lama-kelamaan majikan perempuan saya cemburu, lalu berubah menjadi galak. Setiap kali marah, dia menyumpahi saya biar mati tertabrak bus,” kata Siti.

Menurut Mansyur, sebagian besar TKI sedang dicoba untuk disalurkan kembali ke majikan baru. ”Jika memang mereka mau pulang, diusahakan untuk dipulangkan setelah mendapatkan paspornya kembali dan ada penyandang dana untuk pemulangan,” ujar Mansyur.

”Biayanya bisa dari mana saja. Konsulat tidak punya anggaran khusus untuk itu. Jadi, kami meminta bantuan dari majikan atau dari agen TKI. Ada juga dana yang ditanggung oleh Konsulat, tetapi akan diambil dari berbagai pos,” katanya.

”Selain dana untuk tiket pesawat, Konsulat juga harus menanggung makan dan akomodasi untuk mereka selama tinggal di sini,” ujar Mansyur lagi.

Para TKI ini terpaksa tidur di ruang serba guna yang pada siang hari biasanya digunakan untuk pertemuan resmi.

Uni Emirat Arab yang masih terus membangun memang membutuhkan tenaga kerja migran yang sangat banyak. Dari total jumlah penduduk di negara ini yang mencapai 4,7 juta jiwa, jumlah penduduk lokal hanya 350.000 orang. Selebihnya adalah pendatang.

Pendatang terbanyak berasal dari India, yakni sekitar 1,9 juta orang. Pendatang terbanyak kedua adalah warga Pakistan dengan jumlah 1,4 juta orang. Di urutan selanjutnya adalah pendatang asal Banglades yang berjumlah 800.000 orang, Filipina 500.000 orang, dan Indonesia 100.000 orang. (ARN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com