Hingga kini ada empat anggota Tagana Sleman tewas saat bertugas. Satu di antaranya belum ditemukan. Mereka tewas saat menjaga logistik di posko.
Tak semua relawan berada di ”garis depan” bencana. Ratusan atau bahkan mungkin ribuan relawan tersebar hingga dapur umum. Tugas mereka tak kalah penting, memastikan pasokan logistik lancar.
Salah satunya adalah Muhammad Ibrahim Da Silva (45). Koordinator Tagana Jawa Timur itu bertugas di bagian logistik. Berbagi tugas dengan prajurit Detasemen Perbekalan TNI AD, ia dan teman-teman memasak untuk 13.000 pengungsi di Stadion Maguwoharjo dan sekitarnya.
Keberadaan relawan yang tersebar di banyak posko sungguh diperlukan. Ada relawan yang bernyanyi dan bermain dengan anak-anak pengungsi. Mereka memastikan dunia anak tak terenggut sekalipun di pengungsian yang menyesakkan.
Sebagian lagi bekerja di
Pengungsi yang menderita stres diperkirakan lebih banyak daripada yang ditemukan dan dirawat. ”Jumlah relawan dan psikolog terbatas sehingga yang ditemukan sedikit,” kata psikolog posko psikologi pengungsian di Stadion Maguwoharjo, Amalia Dewiyanti.
Menjadi relawan menguras stamina. Misalnya, kerja relawan tim evakuasi hampir 24 jam. Kurang tidur dan kelelahan sering kali merayapi tubuh mereka. Oleh karena itu, menjaga stamina fisik sangat diperlukan. Obat-obatan, masker tambahan, sarung tangan, hingga susu dan minuman suplemen menjadi penting. Para relawan mengaku tidak lupa meminta dukungan doa dari keluarga.
Pasca-letusan pertama ataupun kedua, kerja tim evakuasi belum tuntas. Masih banyak jenazah korban yang belum bisa ditemukan karena sulitnya medan evakuasi.
Letnan Kolonel (Inf) Jimmy Ramoz, Komandan Batalyon 21 Grup 2 Kopassus Kartosuro, mengatakan, lokasi evakuasi jenazah korban Merapi di bantaran Sungai Gendol, Kecamatan Cangkringan, Sleman, sulit ditembus. Rata-rata suhu sisa-sisa lahar dan awan panas masih di atas 50 derajat celsius.
Tak sedikit relawan menjadi korban. Tak jarang perlengkapan mereka minim, tanpa sepatu bot, masker, atau kacamata antidebu.
Namun, para relawan bekerja tulus ikhlas. Dalam kesunyian publisitas, mereka berjibaku atas nama kemanusiaan. Bukan demi uang ataupun popularitas.(THT/MHD/GSA)