Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Transparansi Bisnis Hewan Kurban

Kompas.com - 11/11/2010, 09:45 WIB

Pembenahan yang utama ditujukan agar tercipta pemerataan dan keadilan dalam perolehan keutungan usaha sesuai dengan risiko yang dihadapi para pelaku bisnis tersebut. Sebab, selama ini ketidaktransparanan harga yang terbentuk di konsumen sampai ke produsen telah menimbulkan munculnya para penikmat bebas.

Menjelang hari raya Idul Adha ini pemerintah tidak sibuk seperti menghadapi Idul Fitri. Di hari raya Idul Fitri, kenaikan harga daging membuat sibuk pemerintah untuk melakukan operasi pasar, bahkan dengan berbagai upaya, untuk menjaga agar harga daging sapi tidak naik. Sebab, kenaikan harga daging disinyalir akan turut memicu inflasi, yang pada akhirnya turut pula mengganggu perekonomian nasional.

Sementara pada hari raya kurban, kenaikan harga bisa lebih dari 15 persen dibandingkan dengan bulan puasa lalu. Sebelum bulan puasa, harga sapi Rp 24.000 per kilogram berat hidup dan saat ini Rp 30.000-Rp 35.000 per kg berat hidup. Kenaikannya sekitar 25 persen. Belum lagi jika transaksinya diterapkan dengan beli bogoh, kenaikannya akan lebih besar.

Apakah dampak pasar sapi di hari raya kurban berbeda dengan Idul Fitri? Mungkin penyebab utamanya, di hari raya kurban pembeli sapi adalah orang yang mampu dan memiliki dana. Setelah itu, dagingnya didistribusikan kepada orang yang tidak mampu. Jadi, tidak ada upaya “memaksa” rumah tangga konsumen untuk mengeluarkan sejumlah dana bagi kegiatan konsumtif. Adapun di pasar Idul Fitri, keadaannya berkebalikan, seolah ada pemaksaan rumah tangga untuk mengonsumsi daging. Akibatnya, pembelian terjadi dengan tingkat emosional tinggi.

Bukan adu taksir

Apa yang harus kita lakukan agar kenaikan harga daging berlangsung normatif, khususnya di hari raya kurban, agar perekonomian nasional tidak terganggu serta peternak dapat tumbuh dan berkembang kondusif? Inti persoalannya adalah ketidaktransparanan bisnis dalam perdagangan hewan kurban. Maka, ada berbagai tindakan yang perlu diambil untuk menciptakan transparansi bisnis.

Konsumen sebaiknya memahami produk yang akan dibelinya. Caranya melalui sosialisasi atau penjelasan tentang hewan kurban dengan segala implikasinya. Selama konsumen tidak memahami ini, yang terjadi ibarat membeli kucing dalam karung. Artinya, konsumen tidak akan pernah tahu dan paham bahwa harga yang dibayarkan sesuai dengan kualitas hewan yang dibelinya.

Dengan meningkatkan pengetahuan konsumen, transaksi jual beli menjadi normatif dan tidak terjadi panic buying. Dampaknya, harga yang terbentuk pun akan mengikuti norma bisnis yang berlaku. Hal yang paling sederhana, transaksi pembelian didasarkan pada timbangan berat badan dengan disaksikan pihak-pihak terkait, bukannya dengan cara taksir seperti yang berlaku saat ini.

Hal ini sepertinya mudah, tetapi agak sulit dilaksanakan karena pedagang tidak menyiapkan hal tersebut. Pada kondisi inilah peran pemerintah diperlukan untuk menyediakan timbangan ternak di pusat-pusat penjualan hewan kurban. Untuk itu, pemerintah harus mengumumkan sentra penjualan ternak dengan standar operasi dan prosedur yang wajib diikuti pedagang hewan kurban.

Pada kasus ini, selayaknya pemerintah, badan-badan usaha swasta, dan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bisnis ini segera menyebarluaskan tata cara pembelian dan pengolahan daging kurban. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat Muslim dapat melaksanakannya dengan mudah dan murah. Mendapatkan manfaat yang lebih besar dari pelaksanaan pemotongan hewan kurban merupakan kewajiban kaum Muslim.

ROCHADI TAWAF Sekretaris Jenderal DPP Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com