Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Awan Panas dan Gempa Muncul Lagi

Kompas.com - 29/10/2010, 02:51 WIB

Boyolali, Kompas - Awan panas kembali muncul dan terlihat hari Kamis (28/10) pukul 16.10, pada hari ketiga pascaerupsi Gunung Merapi. Kepulan awan panas ini terlihat dari Pos Pengamatan Merapi di Jrakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

Titik api diam di puncak mulai terlihat Kamis malam. Titik api itu tanda magma sudah sampai puncak dan siap mengalirkan lava. Kemungkinan erupsi eksplosif akan kecil sekali. Munculnya titik api itu diikuti keluarnya awan panas pukul 21.45 dan didahului awan panas pukul 19.50 berskala kecil dengan durasi 2-4 menit ke arah selatan di lintasan Kali Gendol, Sleman.

Material awan panas diduga mengarah ke Kali Gendol di Sleman, DI Yogyakarta, sedangkan asap awan panas mengarah ke barat, yakni Kabupaten Magelang.

Retijo, petugas Pos Pengamatan Ngepos di Kecamatan Srumbung, Magelang, mengatakan sampai kemarin jarak dan sebaran awan panas belum diketahui, tetapi masyarakat diminta waspada karena Merapi masih membahayakan.

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Surono mengatakan, titik api ini menunjukkan ciri khas erupsi Merapi yang diikuti kemunculan kubah lava sebelum meluncur sebagai lava pijar.

Terima kritik

Wakil Presiden Boediono, di Solo, kemarin, menyatakan, pemerintah menerima semua masukan dan kritik yang ditujukan kepada pemerintah terhadap manajemen penanggulangan bencana selama ini.

Wapres Boediono mengatakan hal itu saat memberikan sambutan pada acara Peringatan Ke-82 Sumpah Pemuda di Stadion Manahan, Solo. ”Pemerintah berusaha terus-menerus memperbaiki manajemen penanggulangan bencana agar lebih baik lagi di masa datang,” katanya. Ia menambahkan, ”Di tengah perayaan Sumpah Pemuda yang diselimuti suasana duka akibat korban yang jatuh dari rangkaian bencana itu, kita tidak punya pilihan kecuali harus bahu-membahu dan memperkuat serta saling menolong.”

Sebelumnya, Bibit Waluyo menceritakan bagaimana ia memberikan pengertian kepada sejumlah warga di Kabupaten Klaten yang semula ingin bertahan. Menurut Bibit, akhirnya sekitar 300 warganya yang semula tetap bertahan di lereng Gunung Merapi memutuskan turun dan mengungsi.

Berangsur surut

Sepanjang Kamis, aktivitas vulkanik Merapi meningkat setelah tenang pascaerupsi. Pukul 16.13, sebelum kemunculan titik api, awan panas menyembur ke lintasan Kali Gendol dengan skala kecil berjarak luncur 3,5 kilometer dan berdurasi sekitar 3 menit. Awan panas erupsi 26 Oktober terjadi delapan kali dan satu lagi berdurasi 33 menit dengan jarak luncur 8 kilometer.

Aktivitas Merapi pada Kamis hingga pukul 18.00 terjadi guguran sebanyak 129 kali, gempa multifase 84 kali, dan gempa vulkanik 23 kali. Parameter itu meningkat dibandingkan data 27 Oktober, yakni guguran 109 kali, gempa multifase 34 kali, dan gempa vulkanik 7 kali.

Meski begitu, aktivitas kemarin masih jauh lebih rendah dibandingkan saat erupsi di mana tercatat guguran terjadi 269 kali, gempa multifase 397 kali, dan gempa vulkanik 232 kali.

Dengan munculnya titik api diam, Kepala BPPTK Subandriyo mengatakan, fase erupsi Merapi sudah kembali seperti sebelumnya yakni efusif (mengalir). ”Kemungkinan erupsi eksplosif akan kecil sekali. Namun, awan panas akan tetap ada,” katanya

Sebanyak 35 orang tewas

Korban tewas akibat letusan Merapi bertambah menjadi 35 orang. Satu korban lain adalah bayi berusia enam bulan dari Kabupaten Magelang, Jateng.

Jenazah dan korban yang sempat dibawa dan meninggal di RS Dr Sardjito ada 33 orang. Satu korban lain meninggal di RS Panti Nugroho. Empat korban luka bakar masih dirawat.

Kepala Bagian Hukum dan Humas RS Dr Sarjito, Trisno Heru Nugroho, mengatakan, semua jenazah telah diidentifikasi tim Instalasi Kedokteran Forensik RS Dr Sardjito bersama tim Disaster Victim Identification (DVI) Kepolisian Daerah DIY.

Korban luka bakar akibat sengatan awan panas rata-rata meninggal.

Jatuhnya 35 korban jiwa memunculkan pertanyaan efektivitas sosialisasi bencana. Berbagai pihak meminta sosialisasi kebencanaan digencarkan. Ini terungkap dalam sarasehan kebencanaan BPPTK di Yogyakarta. Sarasehan dihadiri antropolog UGM Fauzan Zamzam, rohaniwan Romo Kirjito, sosiolog UIN Yogyakarta Sri Harini, dan Kepala Biro Kompas DIY Thomas Pudjo Widijanto.

Pelajaran dari banyaknya korban jiwa, dikatakan Kirjito, diharapkan membuat masyarakat makin sadar pentingnya mengikuti imbauan ilmu pengetahuan. ”Selama ini peringatan yang berasal dari ilmu pengetahuan sering kali diabaikan.”

Nekat pulang

Meskipun aktivitas Merapi masih tinggi dan status masih Awas, sejumlah pengungsi di barak pengungsian Desa Umbulharjo, Cangkringan, nekat pulang. Selain untuk mengurus ternak, juga untuk mengambil kebutuhan karena terbatasnya fasilitas di pengungsian.

Di barak pengungsian Umbulharjo itu terdapat 2.073 pengungsi, dengan jumlah anak balita 206 orang dan anak-anak 146 orang. Selain kekurangan baju, anak balita juga kekurangan popok dan alas tidur.

Untuk Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, yang luluh lantak tersapu awan panas, Bupati Sleman Sri Purnomo mempertimbangkan merelokasi warga yang ada di pengungsian ke tempat lain yang lebih aman.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Sleman Yuni Zafria berpendapat, lebih baik warga Kinahrejo direlokasi. (TIM KOMPAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com