Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjemput Mbah Maridjan

Kompas.com - 28/10/2010, 16:26 WIB

Beragam makna dan pesan bisa hadir dari sebuah peristiwa. Untuk peristiwa di Dusun Kinahrejo, Desa Pelemsari, Kelurahan Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, mari pertama-tama menundukkan kepala untuk puluhan jiwa korban. Letusan Merapi membuat Kinahrejo kini berbeda.

Setelah menundukkan kepala untuk puluhan korban jiwa yang terenggut di desa berjarak sekitar 4 kilometer dari puncak Merapi, salut kita berikan kepada tim evakuasi yang berkerja tanpa lelah di tengah bahaya.Hingga Selasa dini hari, tim bekerja dalam senyap untuk misi kemanusiaan.

Tim evakuasi menembus Kinahrejo yang luluh lantak di tengah gelap. Api dari material Merapi masih menyala di sana-sini. Sampai Selasa pukul 22.30, lewat handy talky terdengar keteguhan dan kegigihan tim membawa turun puluhan korban tewas. Kantong mayat dan tandu diminta.

Korban pertama yang dikenali adalah wartawan vivanews. Dari dompet korban diketahui nama wartawan yang sejak sore memang berada di Kinahrejo. Yuniawan Wahyu Nugroho (42). Tangis pecah di antara teman- teman sejawat atau yang mengenalnya. Terbayang duka yang lebih mendalam hadir di antara istri dan dua putri remajanya, Ardyanti Laksitanigtyas dan Krishnayanti Cahyaningtyas.

Sejak kabar hilangnya kontak dengan Yuniawan, semua orang yang mengenalnya bertanya-tanya.

Teguh menjemput

Setelah didapat Yuniawan dipastikan tewas di Kinahrejo, ucapan belasungkawa dan doa mengiringi kepergiannya untuk selamanya. Seperti diberitakan vivanews, kepastian tewasnya Yuniawan didapat pukul 22.42 dari Iman Surahman. Imam adalah aktivis Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa yang melakukan pencarian korban akibat erupsi.

Lulusan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada ini sebelumnya sudah dievakuasi saat sirene pertama berbunyi di Kinahrejo. Yuniawan kembali ke Kinahrejo menjelang bencana karena ingin menjemput paksa Mbah Maridjan yang tetap bertahan. Yuniawan menumpang Suzuki APV ke Kinahrejo bersama relawan PMI Bantul.

Keteguhan dan keberanian seperti tergambar sebelum jiwanya direnggut adalah gambaran jiwa yang mengisi raganya selama menjadi wartawan. Awalnya, Yuniawan menjadi wartawan Suara Pembaruan. Yuniawan banyak meliput kegiatan politik di DPR-RI dan terakhir di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Di Istana (2005-2008), keteguhan Yuniawan tergambar. Tinggal jauh di Cibinong, Jawa Barat, tidak mengurangi semangatnya ke Istana hampir setiap hari. Kegelisahannya menyaksikan apa yang terjadi di Istana yang tidak sesuai dengan gambaran idealnya sering dibagi. Kami kerap sepakat misalnya untuk urusan citra penghuni Istana.

Selain menjadi wartawan, Yuniawan juga menjadi editor sejumlah buku dan menerbitkannya. Ia menyemangati wartawan muda untuk menulis buku. Salah satu buku karyanya adalah Politik Indonesia di Mata Wartawan Politik. Yuniawan juga menjadi dosen di perguruan tinggi swasta di Jakarta.

Yuniawan kemudian masuk vivanews. Ia sempat kembali ke kampung istrinya untuk bertani sesuai cita-citanya. Namun, awal Agustus 2010, Yuniawan memberi kabar kembali ke vivanews sebagai editor. Profesi wartawan yang belasan tahun digelutinya lebih kencang memanggil.

Sebagai wartawan, Yuniawan teguh dan berani ke lapangan. Tidak heran, meskipun sebagai editor, Yuniawan tetap turun ke Kinahrejo mewawancarai Mbah Maridjan yang telah dikenalnya.

Namun, keteguhan dan keberaniannya berakhir di Kinahrejo. Saat hendak menjemput Mbah Maridjan, Yuniawan tidak kembali. Oleh tim evakuasi, Yuniawan dan Mbah Marijan kemudian dijemput. Namun, keduanya bersama belasan korban lainnya tidak lagi bernyawa. Merapi menjemput mereka berdua untuk tidur selamanya.

Sebelum berangkat ke Kinahrejo, Yuniawan menulis di status facebooknya: "Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi, dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah. Sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur". (INU)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com