JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri menolak tudingan berbagai pihak yang menyebutkan bahwa kerja Tim Densus 88 Antiteror Polri dalam pemberantasan terorisme telah melanggar HAM. Kapolri meminta kepada semua pihak memahami ancaman dari kelompok teroris.
Kapolri mengatakan, para pelaku telah berlatih militer di berbagai tempat seperti Afganistan, Pakistan, Mindanau, Poso, Maluku, Aceh, hingga Sumatera Utara. Dalam pelatihan, mereka diajarkan pengenalan dan penggunaan berbagai jenis senjata api, membuat bom, hingga taktik penyerangan di berbagai medan.
Para teroris, kata Kapolri, memiliki senpi berbagai jenis, amunisi, hingga alat peledak. Mereka memiliki ideologi untuk mati syahid dalam jihad, menganggap polisi sebagai kafir sehingga melakukan perlawanan jika ditangkap. "Menganggap dapat pahala jika dapat membunuh polisi," jelas Kapolri di Mabes Polri, Jumat (24/9/2010).
"Dengan ada pernyataan-pernyataan miring bahwa seolah-olah Densus 88 melanggar HAM, sedangkan yang kita hadapi seperti ini. Apakah tepat kita dituduh seperti itu? Apakah kita biarkan anggota saya saat menangkap dengan SOP seperti tangani pidana biasa, lapor RT/RW, kasih lihat surat perintah penangkapan. Yah selesai, belum masuk sudah dibabat mereka. SOP-nya berbeda," jelas Kapolri.
Dikatakan Kapolri, jika pihaknya bertindak brutal saat penangkapan, jumlah teroris yang ditangkap hidup tidak mungkin berjumlah 563 orang sejak tahun 2000. Sedangkan jumlah teroris yang tewas berjumlah hanya 44 orang dan 10 teroris bunuh diri dengan bom. "Kalau kita brutal, tidak 44 yang meninggal, mungkin sebagian besar dari operasi," tegas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.