Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duh, Gula Rafinasi Bocor Lagi ke Pasar

Kompas.com - 14/06/2010, 11:12 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Gula rafinasi saat ini ditengarai banyak beredar di pasar gula untuk konsumsi. Ini membuat petani tebu resah karena harga gula mereka bisa merosot. Para petani mengharapkan pemerintah dapat mengontrol peredaran gula rafinasi.

Karena itu, menurut Deputi Bidang Pertanian dan Kelautan Menteri Koordinator Perekonomian Diah Maulida, Menko Perekonomian Hatta Rajasa meminta Kementerian Perdagangan dan Dinas Perdagangan di daerah mengontrol peredaran gula rafinasi.

Diakui, para petani tebu dan perusahaan gula badan usaha milik negara (BUMN) mengeluhkan masuknya gula rafinasi ke pasar gula konsumsi. "Pengawasan peredaran gula rafinasi harus ketat," kata Diah, pekan lalu di Semarang, Jawa Tengah.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia Abdul Wachid menjelaskan, masuknya gula rafinasi ke pasar gula konsumsi membuat harga gula petani turun. "Gula petani tiap 15 hari dilelang dan harga terus turun dari Rp 8.000 kini Rp 7.800 per kilogram. Kemungkinan turun lagi. Saya khawatir, kalau ini tidak diatasi, akan muncul konflik horizontal," kata dia.

Para pedagang besar, kata Wachid, tak mau memberikan dana talangan untuk gula petani. Mereka lebih memilih membeli gula rafinasi. Sementara BUMN gula tidak mau memberikan dana talangan karena takut harga gula di bawah harga pokok penyangga, yaitu Rp 6.350 per kg.

Tata niaga gula sebenarnya telah diatur. Gula rafinasi hanya boleh untuk industri makanan dan minuman serta industri tertentu, seperti di kawasan berikat. Adapun gula kristal putih mengisi pasar gula konsumsi.

Masuknya gula rafinasi ke pasar gula konsumsi, menurut Wachid, karena pabrik gula rafinasi tidak langsung menjual produknya ke pabrik makanan minuman, tetapi melalui depo. Dari depo inilah gula rafinasi bocor ke pasar gula konsumsi.

Gula rafinasi PT Makassar Tene sebanyak 1.000 kontainer, misalnya, masuk Surabaya melalui depo di Surabaya. Gula rafinasi milik PT Sugar Labinta masuk ke pedagang di Jakarta.

Izin impor Selain soal gula rafinasi, menurut Wachid, petani juga mempersoalkan keluarnya rekomendasi izin impor gula mentah (raw sugar) untuk bahan baku gula rafinasi. Pemberian izin impor yang bersamaan dengan masa giling tebu dikhawatirkan semakin menekan gula petani.

Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia Kementerian Perindustrian Benny Wahyudi menegaskan, belum ada rekomendasi impor yang dikeluarkan.

Diah menjelaskan, izin impor gula untuk bahan baku gula rafinasi dikeluarkan pemerintah berdasarkan periodisasi, yakni dalam rentang waktu enam bulan. Izin impor pertama keluar akhir Desember 2009 dan berlaku hingga Juni 2010, dengan volume sekitar 1 juta ton.

Adapun untuk Juni 2010, izin impor dikeluarkan untuk masa berlaku enam bulan, yakni sampai Desember 2010.

"Bukan mendadak atau kebetulan, tetapi sudah melalui perhitungan berdasar neraca kebutuhan gula setahun," kata Diah.

Izin impor gula mentah untuk 2010 total berjumlah 2,1 juta.

Dijelaskan, meski impor gula mentah bersamaan dengan musim giling tebu petani, peruntukannya berbeda. "Gula petani untuk kebutuhan gula konsumsi, sedangkan gula rafinasi untuk industri," ujar Diah.

Menurut Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi, jumlah pabrik gula rafinasi saat ini sudah cukup. Tidak ada lagi izin pendirian pabrik baru.

Ditegaskan, sebaiknya pabrik gula rafinasi tidak mengandalkan bahan baku dari impor, tetapi juga menyerap tebu rakyat. Ini telah dilakukan PT Industri Gula Nusantara yang mengelola Pabrik Gula Cepiring di Jawa Tengah. (MAS/OSA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com