Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panglima Nayau, Pejuang Lingkungan

Kompas.com - 04/06/2010, 17:32 WIB

Oleh Agustinus Handoko

KOMPAS.com- Usianya sudah 94 tahun, tetapi Panglima Nayau masih bepergian ke beberapa kabupaten di Kalimantan Barat dalam hitungan hari untuk menengahi sengketa tanah adat dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Dia tak berniat istirahat sebelum melihat tanah adat di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia bebas dari sengketa.

Tak sulit mendapatkan informasi dari tuturan lisan masyarakat Kalimantan Barat tentang Panglima Nayau. Mereka, terutama generasi tua, bisa menjelaskan dengan singkat ketokohan Nayau. Hal yang sulit adalah menjumpai Nayau karena kesibukannya bepergian ke berbagai kabupaten di Kalbar.

Suatu kebetulan dan boleh disebut keberuntungan ketika Kompas bisa menemuinya di sela-sela ritual Gawai Dayak (pesta adat syukuran sehabis panen padi) di Kampung Tapang Sebeluh, Desa Malenggang, Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, Kalbar.

Tokoh-tokoh adat Dayak di Kabupaten Sanggau memang masih menganggap dia tetua, apalagi gelar panglima sudah disandangnya sejak tahun 1971. ”Awalnya saya diangkat menjadi polisi batas ketika terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia,” cerita Nayau.

Dia adalah salah satu tokoh masyarakat Dayak di perbatasan ketika konfrontasi terjadi. Ia memiliki pengalaman keluar-masuk wilayah Serawak sehingga mendapat kepercayaan menjaga perbatasan. Tugas utama Nayau saat itu menjadi intelijen.

”Tujuh kali saya tertangkap dan ditahan di Serawak, tetapi bisa bebas. Saya sebetulnya sudah beberapa kali dianggap mati oleh para pejuang, juga oleh kesatuan tentara yang menugaskan saya,” katanya.

Bagaimana Nayau bisa berkali-kali membebaskan diri dari tahanan pasukan Malaysia? ”Saya intel, tetapi mereka tak bisa membuktikan kalau saya intel. Saya ke Malaysia menyaru (menyamar) sebagai pedagang atau menemui kerabat,” ceritanya.

Setelah konfrontasi usai, Nayau kembali dipercaya menjadi intelijen saat tentara menumpas gerakan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) dan Pasukan Gerakan Rakyat Sabah (PGRS) yang tidak bersedia menyerahkan diri.

”Ketika menumpas Paraku, saya yang memetakan pos-pos dan kekuatan musuh di hadapan para komandan dan jenderal yang datang ke perbatasan,” katanya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com