Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merosot Populasi Paus di Lamalera

Kompas.com - 03/05/2010, 09:12 WIB

LEWOLEBA, KOMPAS.com - Populasi paus di perairan Lamalera dalam tiga tahun terakhir merosot. Masyarakat nelayan tradisional Lamalera di Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, merasakan itu karena hasil tangkapan paus sangat minim.

Menurut Martinus Hulu, warga suku Lelaona, Lamalera, paus yang dapat ditangkap warga tahun 2007 berkisar 30 ekor. Tahun 2008 menurun menjadi 20-an ekor dan tahun 2009 merosot tajam, hanya dua ekor.

”Tahun ini baru dapat dua ekor pada bulan Maret lalu,” kata Martinus, Minggu (2/5/2010).

Padahal, sejak ratusan tahun silam, masyarakat setempat mengandalkan paus guna memenuhi kebutuhan ekonomi penduduk di Lamalera A dan Lamalera B.

”Hasil tangkapan paus sekarang makin menurun. Padahal, masyarakat di sini dapat menyekolahkan anak-anak karena paus,” kata Ny Katarina Beto Key, warga Lamalera A.

Sekretaris Desa Lamalera B Antonius Boli menambahkan, hasil perburuan paus yang dianggap memadai warga Lamalera sebanyak 5-6 ekor.

Jenis paus yang biasa mereka tangkap adalah paus kotaklema atau spermwhale, yang dalam bahasa Latin Physeter macrocephalus.

Perwakilan World Wide Fund for Nature (WWF) Kabupaten Lembata, Februanti, belum mengetahui secara pasti penyebab turunnya hasil tangkapan paus di Lamalera tersebut. Menurut dia, hal itu perlu kajian mendalam. Meski demikian, dia menduga, hal itu juga tidak terlepas dari faktor lingkungan. ”Mungkin karena faktor alam atau pergerakan paus,” ucapnya.

Adat luntur

Masyarakat setempat meyakini, penurunan populasi paus di sana terkait juga dengan faktor adat yang semakin lama juga semakin luntur diyakini masyarakat. ”Kalangan tua-tua adat di sini juga mengeluh, generasi muda sekarang sudah luntur dalam menjalankan adat,” kata Antonius.

Kalangan orang tua biasa mengenakan busana sarung ketika merayakan ritual adat, sedangkan saat ini banyak anak muda setempat terbiasa mengenakan celana panjang.

Tuan tanah Lamalera dari suku Lango Fujo, Marsianus Dua, juga meyakini, penurunan hasil tangkapan perburuan paus karena adanya sejumlah tahapan ritual adat yang tidak dijalankan warga. ”Jika seluruh tahapan ritual adat dijalankan dengan baik, seusai misa Leva, biasanya paus muncul dengan sendirinya ke permukaan. Sebagaimana tahun 2007, begitu selesai misa Leva, muncul kawanan paus dan empat ekor dapat ditangkap,” kata Marsianus.

Misa Leva adalah upacara yang digelar untuk memohon berkat Tuhan di Lamalera agar selama musim berburu paus antara Mei dan Oktober berlangsung aman dan hasilnya banyak.

Menurut Marsianus, tahun ini pun ada tahapan ritual adat yang belum dijalankan, yaitu memberikan makan leluhur di bukit batu paus di Gunung Labalekan. Ritual itu merupakan tradisi turun-temurun suku Tenaor dan Wujon.

Musim berburu dimulai pada 1 Mei. Suku Tenaor dan Wujon pun akan pergi ke Gunung Labalekan untuk memberikan makan leluhur, meminta bantuan membawa paus ke darat.

(SEM/KOR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com