Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jiwa Besar dari Bantaran Kali Cisadane

Kompas.com - 16/04/2010, 03:54 WIB

Sekitar sepuluh hektar bantaran Kali Cisadane di Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang, Banten, akan menjadi kawasan hijau yang tertata, bersih, dan nyaman.

Namun, pilihan yang harus diambil amat menyakitkan. Demi mewujudkan kawasan hijau, Pemerintah Kota Tangerang harus menggusur 2.500 jiwa warga tiga kampung (Lebakwangi, Tanggaasem, dan Kokun).

Padahal, tepian Kali Cisadane itu merupakan pertahanan akhir komunitas Cina Benteng, warga keturunan Tionghoa yang sudah menetap di Tangerang sejak abad ke-18.

Namun, pemerintah berkeras penghijauan harus jalan. Untuk itu, warga digusur paksa. Biarpun warga melawan hingga ada yang terluka, satuan polisi pamong praja berhasil membongkar tiga pabrik dan sepuluh kandang babi, Selasa (13/4).

Memang, perlawanan yang berujung bentrokan itu sempat membuat pemerintah menunda penggusuran. Namun, insiden itu seakan menjadi jalan mulus bagi pemerintah untuk menetapkan 14 hari bagi warga agar membongkar sendiri bangunan dan rumah.

”Kami mau pindah, tetapi beri kami uang kompensasi untuk sewa tempat tinggal dan biaya pindah,” kata Liem Tiau Tjing, warga, Rabu (15/4).

Han Bun Lie, warga lainnya, menyadari mereka tinggal di lahan milik pemerintah dan bantaran sungai memang harus bersih dari permukiman. Artinya, suatu saat mereka pasti terkena penggusuran.

”Tapi, kami sudah puluhan tahun tinggal di sini. Kami punya kartu tanda penduduk dan kartu keluarga. Artinya, kami diakui,” kata Kim Un, warga lainnya.

Namun, ada warga yang terpaksa membongkar bangunan dan rumahnya. Pintu, kusen, bahkan atap dibongkar agar bisa dijual atau dipakai di tempat tinggal baru. Padahal, pembongkaran menghabiskan ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

Namun, yang membongkar itu rata-rata warga yang mampu. Warga yang kurang mampu memilih tinggal dan pasrah, tetapi amat berharap pemerintah mau memberi uang kompensasi guna pindah rumah dan sewa tempat tinggal.

”Kambing saja kalau dipindah dibuatkan kandang kok manusia tidak,” kata Hendra Liem, warga.

Permintaan warga sebenarnya tak muluk. Mereka meminta kompensasi. Apalagi, pindah dari tempat yang puluhan tahun menjadi tempat penghidupannya itu bukan perkara mudah.

Memindahkan manusia berarti ikut menghapuskan jejak rekam sejarah kehidupan mereka dengan suatu tempat.

Penggusuran itu sebenarnya bukan rencana baru. Pada tahun 1999, warga Cina Benteng hampir tergusur akibat bantaran Cisadane akan ditanggul dan diproyeksikan menjadi kawasan hijau dan ruang publik.

Untuk itu, menurut Han Bun Lie, pemerintah mendata aset warga sebagai dasar pemberian ganti rugi penggusuran. Dalam lampiran surat keputusan Wali Kota Tangerang tahun 1999, ada daftar harga ganti rugi harta benda warga yang akan terkena proyek pemerintah.

Misalnya, satu pohon durian diganti Rp 70.000-Rp 120.000, bangunan bertingkat diganti Rp 802.000 per meter persegi. Semua tanaman, jalan, bahkan pagar ada harganya. ”Entah mengapa, pembayaran ganti rugi dan penggusuran itu batal,” kata Han Bun Lie lagi.

Pemerintah waktu itu pun mau memberi ganti rugi. Kok pemerintah sekarang emoh?

(Ambrosius Harto Manumoyoso)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com