Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gowongan Lor, Rumah dan Rumah Waria di Yogyakarta

Kompas.com - 04/10/2009, 20:58 WIB

Juga tidak ada kisah waria dihina atau dikasari secara fisik. Waria pun tidak menganggu warga. "Masyarakat di sini toleran, namun tetap nggatekne (memerhatikan). Mereka boleh tinggal namun ada kewajiban sebagai warga yang harus dipenuhi. Kondisi seperti ini, yakni warga bisa menerima waria, mungkin hanya ada di Yogya," kata Kusumaheta.

Ustadz Agus Supriyanto, pengasuh Ponpes Mujadah Alfatah, Sedayu, Bantul, yang dua tahun terakhir membina para waria, menyebut, masyarakat tidak boleh mencap waria sebagai umat berdosa. Waria tetap umat Allah, dan harus dihargai, diuwongke.

Tentang kenyataan bahwa banyak dari mereka yang masih keluyuran di jalan saat malam hari, itu tak bisa dimungkiri. Namun sudah ada langkah untuk mulai perlahan mengentaskan mereka dari jalanan, seperti dilakukan oleh LSM Kebaya.

Sementara Ustadz Agus dan teman-teman mengambil peran dengan cara membimbing secara sipiritual. "Siapa bisa menjamin waria lebih berdosa ketimbang kita? Selain itu, bukankah lebih baik kita mencari solusi ketimbang hanya berkomentar," kata Agus.

Saat ini, menurut Mami Vin, ada 300-an waria di DIY, 220 di antaranya sudah bergabung di Kebaya. Dari 300-an waria tersebut, separuh masih keluyuran di jalan menawarkan jasa seks. "Mami dan teman-teman mesti mengentaskan mereka dari jalan. Mereka punya potensi tapi harus dimotivasi," ujarnya, sembari menegaskan bahwa setiap orang, tak hanya kaum waria, bisa terkena virus HIV/AIDS.

Yanri Wijayanti, dokter RS Sardjito Yogyakarta, pengajar di Fakultas Kedokteran UGM, yang juga pelindung Kebaya, mengemukakan, LSM Kebaya boleh dibilang LSM waria satu-satunya di Indonesia yang kiprahnya paling bagus. "Saya belajar dari LSM Kebaya, bagaimana perjuangan mereka. Saya juga banyak membawa mahasiswa kemari, untuk belajar," ujar Yanri.

Mencari solusi dan melihat sisi positif, tentu lebih membantu ketimbang menghujat.   

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com