Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perburuan Teroris Jangan Stigmatisasi Islam

Kompas.com - 20/08/2009, 19:42 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Upaya perburuan dan pemberantasan terorisme dan para pelaku teroris di Indonesia dikhawatirkan mengarah pada upaya mendiskreditkan dan menstigmatisasi agama dan umat Islam. Padahal pada kenyataannya dalam Islam, aksi terorisme dan peledakan atau bom bunuh diri tidak dibenarkan. Hal itu disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Pusat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Hafidz Abdurrahman, Kamis (20/8), saat membuka diskusi Halqah Islam dan Peradaban bertema "Mencari Dalang Terorisme di Indonesia".

Menurut Hafidz, upaya stigmatisasi itu tampak ketika aparat keamanan mencoba mengidentikkan sejumlah kebiasaan dan penampilan tertentu macam busana jilbab, sorban, atau baju gamis, kebiasaan memelihara jenggot, serta tampilan lain sebagai kebiasaan dan perilaku para teroris. "Ketika isu terorisme malah dipakai menyerang Islam, jilbab, jenggot, atau pesantren, maka hal itu menjadikan upaya memerangi terorisme melenceng jauh dari konteksnya. Tuduhan-tuduhan macam itu tidak ada kaitannya sama sekali," ujar Hafidz.

Turut hadir sebagai pembicara dalam antara lain mantan Direktur Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN) AC Manullang, juru bicara HTI M Ismail Yusanto, mantan tahanan politik dan anggota Jemaah Imran Umar Abduh, dan Presidium Mer-C Joserizal Jurnalis.

Dalam diskusi, AC Manullang menggambarkan aksi terorisme di dunia ini terjadi akibat pertempuran antara ideologi neoliberalisme dan neokapitalisme Barat dengan peradaban Islam. Ideologi Islam menurutnya menjadi target baru setelah komunisme runtuh. Indonesia termasuk menjadi salah satu sasaran dalam perbenturan peradaban ini, apalagi mengingat populasi pemeluk agama Islam di negara ini termasuk yang terbesar di dunia.

Lebih lanjut terkait keterlibatan militer dalam penanganan masalah terorisme, Manullang menyatakan bahwa hal itu boleh-boleh saja, apalagi mengingat militer memang punya kemampuan intelijen dan penanggulangan teror seperti dimiliki pasukan khusus TNI Angkatan Darat (Kopassus). Akan tetapi, dia mengingatkan, keterlibatan TNI sebagai penjuru utama penanganan terorisme bisa menjadi persoalan, apalagi mengingat masih adanya sisa-sisa trauma masa lalu di masyarakat, ketika pada masa lalu militer sangatlah dominan dan berkuasa.

"Masyarakat kita masih sulit memahami perlunya militer ikut karena masih ada yang namanya fobia militer, apalagi waktu saya masih militer aktif, kejam kan? Dengan begitu, nanti yang jadi bos-nya jangan dari kalangan militer. Cukup kerja sama saja dengan BIN," ujar Manullang.

Manullang menambahkan, penanganan terorisme dan pengejaran terhadap pelaku teroris memerlukan kesatuan komando, terutama terkait kerja intelijen. Dia mengkritik banyak informasi intelijen selama ini bocor ke publik padahal yang seperti itu sangatlah tabu terjadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

3 Jemaah Haji Indonesia Meninggal di Madinah

3 Jemaah Haji Indonesia Meninggal di Madinah

Nasional
TNI AL Petakan Rute dan Daerah Rawan Penyelundupan Benih Lobster

TNI AL Petakan Rute dan Daerah Rawan Penyelundupan Benih Lobster

Nasional
Polemik Kenaikan UKT Terus Jadi Sorotan, Fahira Idris: Pendidikan Tinggi Seharusnya Inklusif

Polemik Kenaikan UKT Terus Jadi Sorotan, Fahira Idris: Pendidikan Tinggi Seharusnya Inklusif

Nasional
Menteri ESDM Soal Revisi PP Minerba: Semua K/L Sudah Siap, Tinggal dari Istana

Menteri ESDM Soal Revisi PP Minerba: Semua K/L Sudah Siap, Tinggal dari Istana

Nasional
RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

Nasional
Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Nasional
DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

Nasional
Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Nasional
Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Nasional
Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Nasional
LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus 'Justice Collaborator'

LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus "Justice Collaborator"

Nasional
Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Nasional
Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Nasional
Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com