JAKARTA, KOMPAS.com - Mayoritas penanganan bentuk kekerasan dalam rumah tangga hanya menjadi urusan domestik rumah tangga dimana penegak hukum tidak bisa ikut campur seberat apapun penderitaan yang menimpa korban. Secara tidak langsung, hal tersebut melanggengkan tindak kekerasan dalam rumah tangga.
Hal itu disampaikan Direktur Jenderal HAM Prof Harkristuti Harkrisnowo saat peluncuran buku panduan pelatihan HAM di Jakarta, Selasa (18/8). Ikut hadir dalam acara perwakilan dari beberapa organisasi pemerhati hak perempuan dan hak anak.
Harkristuti menjelaskan, banyak hambatan dalam upaya meminimalkan tindak KDRT seperti budaya dalam masyarakat yang menganggap KDRT merupakan aib yang harus ditutup rapat sehingga korban cenderung tidak melaporkan. "Mereka (korban) merasa malu jadi korban. Mereka juga takut kalau lapor, pelaku akan semakin marah dan korban makin disiksa," ucapnya.
Selain itu, ucapnya, persepsi dalam hukum islam yang menempatkan posisi perempuan di bawah pria serta keengganan aparat penegak hukum untuk menindak KDRT yang selama ini terjadi. "Peraturan perundang-undangan belum memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak korban. Menjatuhkan sanksi pidana maupun denda terhadap pelaku yang tidak memenuhi rasa keadilan bagi korban," tegasnya.
Untuk itu, papar dia, perlu dilakukan pencerahan terhadap paradigma yang keliru kepada para pemimpin masyarakat, para penegak hukum agar bisa disosialilasikan hingga ke masyarakat mengenai KDRT. "Perbanyak dialog di daerah dengan tokoh-tokoh setempat. Tidak mungkin singkat berubah karena paradigma tersebut sudah tertanam berpuluh-puluh tahun," ujarnya.
Dalam kesempatan sama Wakil Ketua Bidang Eksternal Program Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi DKI Jakarta (P2TP2A) Margaretha Hanita mengungkapkan sejumlah data kekerasan terhadap perempuan dan anak di DKI Jakarta dimana sejak tahun 2006 hingga Juni 2009 terdapat 4512 kasus kekerasan.
Ia menjelaskan, untuk jenis kekerasan KDRT dalam periode 2006-2009 berjumlah 3073 kasus. Untuk kekerasan seksual 799 kasus, trafficking 28 kasus, dan kasus lain 516 kasus.
Sedangkan khusus kasus KDRT, papar Margaretha, kekerasan fisik dalam kurun waktu yang sama berjumlah 1.814 kasus, kekerasan fisik 502 kasus, kekerasan seksual 253 kasus, dan penelantaran rumah tangga 314 kasus. "Komposisi kekerasan lebih banyak terhadap perempuan. Pelaku dan korban kekerasan mayoritas berusia 25 sampai 40 tahun," paparnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.