Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus KDRT Banyak Terjadi karena Masalah Kultural

Kompas.com - 18/08/2009, 19:28 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) banyak terjadi karena masalah kultural. Dalam budaya masyarakat yang berlaku, pertengkaran atau kekerasan oleh anggota keluarga adalah aib yang harus ditutup rapat sehingga hal ini secara tidak langsung ikut melanggengkan terjadinya KDRT. Konstruksi sosial menempatkan perempuan/anak pada kelompok masyarakat rentan. Ketidakberdayaan semakin menempatkan mereka pada posisi yang terpuruk.

Demikian benang merah yang mengemuka pada diskusi peluncuran buku Panduan Pelatihan HAM: Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, yang diterbitkan Direktorat Jenderal HAM Departemen Hukum dan HAM RI bekerja sama dengan Kedutaan Besar Perancis di Indonesia, Selasa (18/8) di Jakarta.

Direktur Jenderal HAM Harkristuti Harkrisnowo mengatakan, KDRT sudah menjadi fenomena sosial yang sering terjadi di semua lapisan masyarakat, baik kelas ekonomi tinggi maupun bawah. Korban kekerasan terbesar menimpa perempuan.

Ia memaparkan, berdasarkan tatistik yang dikeluarkan Komnas Perempuan, tahun 2008 tercatat 54.425 perempuan di Indonesia telah menjadi korban kekerasan dan 91 persen di antaranya adalah kasus KDRT. KDRT banyak terjadi karena masalah kultural.

Menurut Harkristuti, hingga saat ini, implementasi dari peraturan perundang-undangan di Indonesia belum dapat memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak korban secara maksimal. Hal itu termasuk dalam menjatuhkan sanksi, baik pidana, maupun denda terhadap pelaku yang tidak memenuhi rasa keadilan bagi korban dan proses penegakan hukum yang lemah, terutama pada kasus KDRT.

Hadi Supeno dari Komnas Perlindungan Anak Indonesia mengatakan, persoalan KDRT selama ini dianggap persoalan domestik setiap rumah tangga, bukan publik. Artinya, negara campur tangan ke ranah domestik warga negaranya. 

"Kondisi ini perlu sosialisasi. Perlu ada tekanan ke polisi bahwa, ketika anak dan perempuan jadi korban, mestinya undang-undang yang digunakan lebih spesifik. Jangan gunakan KUHAP," ungkapnya.

Hadi yang melakukan survei sampai ke NTT mengemukakan, perlu metode khusus mengatasi KDRT yang sistemik, tetapi itu kultural. Di Sumba, Nusa Tenggara Timur, misalnya, ada kasus KDRT yang menurut adat setempat merupakan budaya mereka.  

Pascadisahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan dinyatakan berlaku efektif sejak 22 September 2004, diakui Harkristuti, sosialisasi yang dilakukan pemerintah masih sangat kurang. Dampaknya, banyak asumsi-asumsi yang lahir dari ketidakpahaman tentang pengaturan dalam UU tersebut, baik dari kalangan masyarakat luas, maupun dari aparat dan penegak hukum.

"Salah satunya adalah prasangka bahwa UU Penghapusan KDRT hanya untuk melindungi perempuan sehingga secara umum masyarakat menjadi sangat apatis terhadap UU tersebut," katanya.

Sejumlah peserta, seperti Kurniasari dan Santi, keduanya dari Komnas HAM, menyorot soal buku panduan yang masih belum detail dan belum memperkuat duduk konsep KDRT. "Konsep tentang KDRT agar diperkuat dan atau lebih dipertajam lagi," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

Nasional
Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Nasional
Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com