Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perburuan 17 Jam di Beji

Kompas.com - 09/08/2009, 05:10 WIB

 

KOMPAS.com - Desingan peluru dan gelegar peledak khusus penghancur dinding dan tembok merontokkan kesunyian Dusun Beji, Desa Kedu, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, sepanjang Jumat malam hingga Sabtu (7-8/8) pagi. Dusun yang biasanya selalu dinaungi rasa aman, nyaman, tenang, dan guyub rukun itu kali ini menjadi lokasi drama 17 jam penaklukan pria misterius yang diduga Noordin M Top, otak dari serangkaian peledakan bom di Indonesia yang selama tiga hari terakhir diduga bersembunyi di rumah Muhjahri (60), warga setempat.

Penangkapan Aris (30) dan Hendra (28), dua keponakan Muhjahri, di sebuah bengkel sepeda di Pasar Kedu, Temanggung, Jumat sore, menjadi awal drama tersebut. Kepada polisi, Aris dan Hendra yang dikenal alim mengakui menyembunyikan laki-laki berwajah mirip dengan gembong teroris, Noordin M Top, di rumah paman mereka di RT 01 RW 07 Dusun Beji.

Serta-merta, sore itu juga polisi mengerahkan personelnya untuk menggerebek rumah Muhjahri. Puluhan anggota tim Detasemen Khusus 88 Antiteror dibantu tiga tim Gegana dan Brigade Mobil Kepolisian Daerah Jateng mengepung rumah yang dikelilingi ladang padi, tembakau, dan jagung, serta kaki bukit Sikleben itu.

Tak sampai di situ, tiga kendaraan taktis pun dikerahkan. Sementara satu panser disiagakan beberapa ratus meter dari target. Puluhan mobil dan truk anggota kepolisian berjajar di sepanjang jalan desa. Ratusan awak media massa, baik cetak maupun elektronik, masuk ke lokasi.

Riuh rendah semua itu memancing warga berduyun-duyun ke sana, melihat proses penggerebekan.

Menjelang maghrib, letupan demi letupan senjata api mulai terdengar. Suara dar-der-dor di sekitar rumah Muhjahri itu makin membangkitkan minat yang lain melihat keadaan. Tak hanya warga setempat, mereka yang tinggal di luar Kecamatan Kedu, bahkan dari luar Temanggung, pun tertarik menyaksikan drama tersebut.

”Tayangan langsung di televisi sangat menegangkan. Karena itu, saya ingin melihat dari dekat, sebenarnya seperti apa,” cerita Joko Saryono (37), warga Bedono, Kabupaten Semarang, di lokasi penggerebekan.

Terus berdatangan

Tengah malam hingga dini hari itu pengunjung terus bertambah. Jalan Desa Kedu dipenuhi manusia dan kendaraan.

Menurut Sunoto, warga Desa Gondopayang, Kecamatan Kedu, yang berjarak sekitar 6 kilometer dari Beji, dia rela untuk sementara meninggalkan ladangnya demi menyaksikan penangkapan pria misterius yang diduga Noordin M Top. ”Jarang-jarang melihat kejadian seperti ini. Rasanya seperti melihat film action dari jarak dekat,” ujar Sunoto yang datang ke lokasi kemarin pagi.

Kepala RT 01 Sukarjo mengatakan, drama perburuan teroris itu sungguh peristiwa luar biasa bagi warga yang selama ini dilingkupi rasa aman tenteram. ”Jangankan suara tembakan, suara percekcokan antartetangga saja sangat jarang terdengar di sini,” katanya.

Sebelum kejadian ini, Sukarjo dan sebagian warga juga mengaku tidak menangkap adanya hal mencurigakan. Kehadiran tamu asing di rumah Muhjahri juga tidak diketahui karena si pemilik rumah tidak pernah bercerita apa-apa.

”Posisi rumah Pak Muhjahri yang di pojok dusun agak terpencil, diapit sawah dan ladang jagung, membuat kami tidak mudah mengetahui kehadiran orang asing di rumahnya, terutama jika yang bersangkutan tidak melaporkannya kepada kami,” ujar Sukarjo.

Saat mendengar ada penangkapan teroris di rumah Muhjahri, lanjut Sukarjo, dia menduga orang yang dicari masih terkait dengan Tataq Lusiyanto (30), putra sulung Muhjahri. Tahun 2006, Tataq ditangkap polisi karena diduga terlibat dalam peledakan bom di Hotel JW Marriott, Jakarta, tahun 2003. Sejak itu, Tataq tidak pernah lagi terlihat di Dusun Beji.

Tidak kenal

Kepala Desa Kedu Purnomo Hadi mengatakan, dia tidak mengenal secara dekat Muhjahri maupun putranya, Tataq. Sejauh ini dia juga tidak melihat perilaku aneh dari keduanya.

Menyangkut Aris dan Hendra, Purnomo mengatakan, selama tiga tahun terakhir keduanya sudah mengubah sikap, dari pemuda kasar dan ugal-ugalan menjadi sosok yang baik dan sopan. ”Sejauh ini saya melihat mereka sudah berubah baik. Jika sebelumnya hanya pengangguran yang luntang-lantung tidak keruan, sekarang mereka terlihat lebih bertanggung jawab. Kondisi keuangannya pun membaik karena sudah memiliki pekerjaan tetap,” katanya.

Desa Kedu terdiri dari delapan dusun dan berpenduduk 900 keluarga. Dusun Beji berpenduduk sekitar 140 keluarga. Mayoritas penduduk adalah petani padi dan hortikultura.

Infrastruktur menuju Dusun Beji relatif baik. Jalan beraspal di sana dapat dilalui kendaraan roda empat dan dua. Lokasi dusun itu berjarak 1,5 kilometer dari jalan utama Temanggung. Pasar pun ada. Kehidupan yang aman, tenteram, dan guyub selama ini dirasakan warga dusun kecil tersebut.

Sikap toleran dan guyub yang selama ini tumbuh di sana membuat warga tak pernah menaruh curiga kepada keluarga Muhjahri—termasuk soal sering datangnya orang-orang tak dikenal ke rumah tersebut selama tiga tahun terakhir. Ketertutupan kelompok Muhjahri memang kerap menimbulkan tanda tanya, tetapi tak sampai membuncah menjadi syak wasangka.

Kini sikap yang permisif dan positif itu tampaknya harus dibayar mahal. Setidaknya rumah Kyai Desa mereka, Muhjahri, dicurigai telah dimanfaatkan jaringan gembong terorisme Noordin M Top untuk bersembunyi. Sesuatu yang sebelumnya jauh dari benak mereka.

Bukan pertama

Penangkapan orang yang diduga teroris di desa itu sebenarnya bukan kali pertama. Tiga tahun lalu, Tataq, putra Muhjahri, juga ditangkap Tim Polisi Antiteror di sana. Ia diduga terkait kasus peledakan bom di kawasan Kuningan, Jakarta.

Namun, penangkapan Tataq tersebut tak serta-merta membunuh benih ekstremisme di Beji. Seorang lelaki yang diduga sebagai Noordin M Top, melalui kaki tangannya, terus membangun jaringan di Temanggung.

Setelah dicium jejaknya di Cilacap, dia berusaha mencari tempat persembunyian baru yang dinilainya aman. Dalam kaitan itu, dua mata rantai jaringan terorismenya di Desa Kedu, yakni Aris dan Hendra, dibujuk dan dimanfaatkan.

Setelah pengejaran sejumlah orang yang diduga terkait terorisme di wilayah Ngadirejo, Temanggung, mulai reda, Aris dan Hendra diduga mengajak lelaki tersebut ke Temanggung. Namun, perkiraan mereka meleset. Sejak dari Cilacap, gerak-gerik ketiganya terus dibuntuti polisi.

Empat hari lalu, Aris menitipkan lelaki misterius itu di rumah Muhjahri. Tim Polisi Antiteror pun tak menyia-nyiakan hal tersebut. Setelah menangkap Aris dan Hendra dan mendapat pengakuan dari keduanya bahwa orang yang berada di rumah Muhjahri mirip dengan Noordin, penggerebekan pun dilakukan. Perburuan itu memakan waktu lebih kurang 17 jam, mulai Jumat pukul 16.00 hingga Sabtu pukul 10.00. Hasilnya, seorang yang belum diketahui identitasnya tewas.

Warga Beji mengaku, selain kaget dan tak menyangka, rasa terusik pun kini terukir di hati mereka—terutama delapan keluarga yang ada di area yang digunakan untuk penggerebekan. Rumah mereka tak jauh dari rumah Muhjahri.

Mawardi (42), yang rumahnya persis di depan rumah Muhjahri, menceritakan, gara-gara penggerebekan akhir pekan ini, selain dia batal menjenguk saudaranya yang sakit di Purworejo, mertua dan saudaranya juga ikut diborgol dan disekap sementara oleh tim Tim Polisi Antiteror.

Saat keluarganya disergap, Mawardi mengaku sedang berada di sawah yang terletak di sekitar rumah mertuanya. ”Saya melihat ada sejumlah anggota Tim Polisi Antiteror mengintai rumah persembunyian teroris dari beberapa titik. Mungkin mereka pikir keluarga saya akan membawa kabur teroris itu,” kata Mawardi.

Ia mengaku sudah bisa bernapas lega lagi setelah polisi melepaskan keluarganya, Jumat malam. ”Tapi, mereka (yang sempat ditangkap itu) tidak dapat menempati rumah mereka. Sementara ini mereka tinggal di rumah keluarga di Parakan, Kabupaten Temanggung,” ungkap Mawardi.

Rasa terusik pun diutarakan Tri Setriyati (36) dan Sumadi (37), pasangan suami-istri yang rumahnya berjarak sekitar 15 meter dari rumah Muhjahri. Saat penggerebekan Jumat sore, keduanya sedang di sawah. Ketika hendak pulang, keduanya dihadang polisi dan dilarang masuk. Padahal, tiga anak mereka sedang di rumah, ditemani sang nenek, Subani (60).

”Anak bungsu saya, Nurrohman, masih berusia 1,5 tahun dan masih minum ASI. Saya tak dapat membayangkan keadaan anak-anak saya, terutama yang kecil itu, saat mereka mendengar suara letusan bom (peledak dinding dan tembok),” ujar Tri. (Regina Rukmorini/Herpin Dewanto/M Burhanudin)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com