Selama
bergabung dengan masyarakat NTT, hampir 10 tahun belakangan ini, kondisi kesejahteraan sebagian besar warga eks Timtim itu bisa dikatakan tidak banyak berubah. Mereka hidup apa adanya, sekadar bertahan.
Saat ini, beberapa di antara mereka ada yang bekerja sebagai buruh bangunan, buruh proyek jalan, pendorong gerobak di pasar, tukang ojek, penjaga toko, atau penjual kayu bakar. Penghasilan mereka pada umumnya sangat pas-pasan untuk hidup. Itulah sebabnya sejumlah anak putus sekolah.
Tokoh masyarakat eks Timtim, Eurico Guterres, membenarkan fakta yang diungkapkan Caetano. Namun, dia berpendapat, kalau pemulangan itu direalisasikan, seharusnya dilakukan atas dasar komitmen dan dukungan Pemerintah Indonesia dan Timor Leste. ”Mereka tidak boleh pulang sendiri karena akan berdampak buruk. Mereka datang ke Indonesia diterima dengan baik, maka pulang pun harus melalui prosedur resmi,” ujarnya.
”Rekonsiliasi warga Timtim harus dibangun secara demokratis oleh Indonesia dan Timor Leste. Tak perlu difasilitasi dunia internasional,” ujarnya.