JAKARTA, KOMPAS.com — Masyarakat Indonesia dinilai masih sangat permisif dalam menyikapi aksi-aksi terorisme yang terjadi di Tanah Air, termasuk juga bersikap permisif terhadap para aktor ataupun kelompok yang diduga menjadi pendukung para pelaku teror.
Tidak heran, tidak saja para pelaku teror bisa dengan mudah mendapat perlindungan dari kelompok-kelompok mereka, sampai-sampai bahkan pentolan teroris macam Noordin M Top dan lainnya pun dapat menikah dan punya keturunan semasa pelariannya.
Kritik tersebut dilontarkan Kepala Desk Koordinasi Pemberantasan Teroris Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Inspektur Jenderal (Purn) Ansyaad Mbai, Senin (27/7), saat dihubungi per telepon.
"Memang ada sebagian kelompok masyarakat kita sangat permisif terhadap para teroris dan ideologi mereka. Akibatnya, para teroris itu bisa mendapat tempat berlindung yang nyaman. Lihat saja Noordin M Top, malah bisa menikah. Itu kan perlindungan paling aman, dari keluarga," ujar Mbai.
Sikap permisif semacam itu, menurut Mbai, tidak terjadi di Malaysia. Pascaditetapkannya gembong teroris Dr Azahari sebagai buronan, istrinya di Malaysia harus berpindah-pindah tempat lantaran tidak diterima oleh lingkungan masyarakat di sana.
Selain masyarakat yang permisif, Mbai juga menilai ideologi teroris dapat diterima dan tumbuh subur di Indonesia lantaran belum adanya aturan hukum yang kuat dan mampu mempersempit ruang gerak kelompok-kelompok radikal tersebut. Aturan atau payung hukum yang dibutuhkan, mulai dari terkait kerja intelijen ataupun penanganan hukumnya, seharusnya bisa mendukung penanganan terorisme sebagai bentuk kejahatan luar biasa yang harus ditangani secara luar biasa pula.
Seperti di Perancis, para teroris bisa ditahan sampai empat tahun. Kenapa begitu? "Mereka itu kan organisasi bawah tanah, tidak gampang diungkap. Aparat perlu waktu cukup mengembangkan sehingga polisi dan intelijen bisa leluasa bekerja dan saling bekerja sama," ujar Mbai.
Mbai lebih lanjut menyarankan perlunya amandemen terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dengan memasukkan beberapa pasal tambahan untuk memperkuat dan menunjang peran dan kewenangan aparat terkait seperti intelijen.
"Tidak perlu membuat UU baru lah karena proses legislasi di negara kita itu rumit dan lama. Tinggal tambahi pasal pendukung saja. Selain itu, masyarakat juga harus aktif mengetahui siapa tetangga mereka. Giatkan kerja RT dan RW untuk mengenal kondisi lingkungan," ujar Mbai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.