Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karinding Memang Pemikat Asmara

Kompas.com - 25/07/2009, 11:33 WIB

Setelah mencoba membuat beragam alat musik, akhirnya ia menemukan waditra bersuara menawan yang mampu mewakili getar perasaannya kepada si mojang. Waditra sederhana tersebut dibuat dari pelepah kawung (enau) kering.

Pada suatu malam, Kalamanda diam-diam mendekati jendela kamar Sekarwati, kemudian memainkan waditra tersebut sepenuh rasa kasmaran. Suaranya yang lembut seperti punya daya magis yang luar biasa menembus sanubari Sekarwati yang hampir terlelap tidur. Ringkas cerita, Sekarwati pun terpesona dan menerima pinangan Kalamanda hingga mereka menikah dan hidup bahagia selamanya.

Nah, waditra yang bersuara penuh pukau itu, oleh Kalamanda, dinamai karinding. Ia menamai demikian karena wujudnya hampir mirip dengan kakarindingan, nama sejenis binatang lucu yang biasa ada di sawah zaman dulu, yang sekarang sudah musnah.

Kisah asmara

Bila menyimak kisah Kalamanda, kemudian kisah Ki Selenting, yang sama-sama berkait dengan karinding dari dua daerah yang berbeda (Tasikmalaya dan Garut), ada semacam persamaan, yakni karinding dijadikan alat untuk memikat hati perempuan. Bedanya, dalam kisah Ki Selenting, karinding dipergunakan pemikat perempuan sebagai modus untuk melancarkan nafsu jahat sang punya lakon sebagai penjahat kelamin. Namun, dalam kisah Kalamanda, kita menghirup aroma romantik-melankolik yang berhulu pada kehalusan perasaan cinta sang jejaka kepada pujaannya.

Akhir kisah keduanya pun berbeda. Ki Selenting babak belur hingga meninggal dihakimi massa, sedangkan Kalamanda damai sentosa bersanding dengan Sekarwati.

Yang juga membedakan, dalam dua cerita rakyat ini, adalah peran si tokoh dalam kaitannya dengan karinding. Dalam kisah Ki Selenting, karinding terkesan sebagai waditra yang sudah ada dan Ki Selenting hanya memainkannya. Adapun dalam kisah Kalamanda, sang tokoh diceritakan sebagai sang pencipta waditra itu sendiri. Ia mampu menciptakan jenis waditra tersebut setelah mendapat ilham saat semadi dan kemudian memberinya nama karinding.

Tentu saja ini hanya sebuah kisah turun-temurun dari rakyat yang hidup pada sebuah lingkungan masyarakat. Mungkin saja ada kisah berbeda di lain daerah yang juga di dalamnya ada kesenian karinding, semisal di Ciamis atau di daerah lain.

Hanya saja, dari dua kisah di atas, mengapa suara karinding harus selalu bertaut mesra dengan masalah asmara? Apakah karena suara karinding benar-benar khas, punya getar nada yang berbeda dengan waditra lain, hingga kemudian menjadi personifikasi dari perasaan terdalam, semacam hasrat birahi manusia? Nah, untuk hal ini, mungkin tergantung siapa yang mengimajinasikan.

Katakanlah, para pitarah kita dahulu kala, yang hidup dalam kesederhanaan dan ragam waditra yang sangat terbatas, karena keterbatasannya, mengandaikan suara karindinglah yang pantas disandingkan dengan pesona getar cinta manusia dibandingkan dengan suara waditra lain. Sebab, untuk zaman sekarang, mungkin saja ada yang berimajinasi bahwa perasaan cinta lebih terwakili dengan suara seruling cianjuran yang mendesah sendu, atau harpa, biola, harmonika, dan lain sebagainya.

Di Cineam, seni karinding hingga kini terus hidup. Oyon yang memimpin grup karinding Sekar Komara Sunda bersama seniman karinding lain terus berupaya menciptakan regenerasi. Hasilnya cukup baik. Banyak anak muda kini piawai memainkan lalaguan karinding. Bahkan, murid sekolah pun mementaskan seni karinding saat samenan sekolahnya. Oyon, bersama grupnya, selain bermain di lingkungan kampungnya, juga sempat pentas di Gasibu dan Hotel Preanger di Bandung beberapa tahun silam guna menghibur tamu mancanegara. Ia sempat pula berkolaborasi dengan grup Kabumi, UPI, di Gedung Kesenian Tasikmalaya tahun 2002. Saat itu, karinding diadumaniskan dengan waditra modern dan mampu menjadi suguhan musik yang benar-benar asyik dinikmati.

NAZARUDDIN AZHAR Penyair, Tinggal di Tasikmalaya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com