Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penggelembungan Suara Nisel Masuk Pidana Umum

Kompas.com - 13/05/2009, 18:43 WIB

MEDAN, KOMPAS.com - Kuatnya indikasi penggelembungan suara dalam pemilu legislatif di Kabupaten Nias Selatan, tidak serta merta bisa membuat kasusnya diajukan sebagai pelanggaran pidana pemilu. Hal ini dikarenakan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang pemilu membatasi penyelesaian masalah pidana pemilu lima hari sebelum penetapan suara nasional atau tanggal 4 Mei lalu. Namun masih banyak celah menjerat pelaku penggelembungan suara di Nias Selatan dengan delik pidana umum.

Demikian disampaikan Kapolda Sumatera Utara (Sumut) Inspektur Jenderal Badrodin Haiti dan Ketua Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Sumut Ikhwaluddin Simatupang dalam kesempatan terpisah di Medan, Rabu (13/5). Menurut Badrodin, sudah tidak memungkinkan lagi menyeret pelaku penggelembungan suara di Nias Selatan (Nisel) dengan pidana pemilu.

"Karena memang Undang-Undang membatasi penyelesaian pidana pemilu lima hari sebelum penetapan suara secara nasional. Akan tetapi kalau memang ada bukti-bukti kuat pemalsuan dokumen (pemilu), polisi bisa memprosesnya sebagai delik pidana umum," ujar Badrodin.

Hal yang sama diungkapkan Ikhwaluddin. Menurut dia, sangat mungkin pelaku penggelembungan suara di Nisel dijerat pasal 263 KUHP tentang pemberian keterangan palsu. Ikhwaluddin mengatakan, dengan hasil penghitungan ulang rekapitulasi suara di Nisel terlihat jelas adanya manipulasi suara. "Pemberian keterangan palsu juga diancam hukuman lebih dari lima tahun dan bisa menggugurkan penetapan caleg terpilih jika yang bersangkutan terbukti ikut terlibat dalam manipulasi ini," ujarnya.

Namun Ikhwaluddin mengatakan, Panwaslu Sumut tak mungkin menjadi pihak yang mengadukan pelanggaran delik pidana umum dalam kasus penggelembungan suara di Nisel ini. Menurut dia, di pengadilan sangat mungkin tergugat kasus ini menyampai kan keberatan (eksepsi) dengan alasan Panwaslu hanya menangani perkara pidana pemilu.

Menurut dia, semestinya pihak yang dirugikan dalam hal ini partai politik dan caleg mengadukan kasus ini. Kalau bisa memang, parpol dan caleg yang dirugikan atas kasus penggelembungan suara di Nisel ini mengadukannya ke polisi . "Kalau Panwaslu Sumut yang mengadukan, kami justru dibatasi oleh kewenangan dalam Undang-Undang Pemilu," katanya.

Ikhwaluddin menyebut keterbatasan menyeret pelaku penggelembungan suara di Nisel ini sebagai kelemahan Undang-Undang Pemilu. Jika sampai pelaku penggelembungan suara di Nisel tak bisa dijerat oleh hukum karena kedaluwarsanya UU yang mengatur pelanggaran pidana pemilu, Ikhwaluddin mengatakan, hal tersebut akan jadi preseden buruk bagi penegakan hukum pemilu di masa depan. "Jelas akan jadi preseden buruk karena siapa pun yang memanipulasi suara bisa dengan mudah lolos dari jerat hukum karena kasusnya dianggap kedaluwarsa oleh UU," katanya.

Dia mengusulkan agar UU Pemilu direvisi, terutama soal penindakan terhadap pelanggar pidana pemilu. "Kalau bisa tersangka pelanggarnya juga ditahan, meski ini menyalahi KUHAP karena tersangka yang bisa ditahan kan yang diancam hukuman lebih dari lima tahun. Tetapi ini butuh pengecualian agar tidak lagi terjadi pelanggaran sejenis dalam pemilu-pemilu mendatang," katanya.

Dari hasil penghitungan ulang rekapitulasi di Nisel menunjukkan adanya pengurangan jumlah suara yang cukup banyak dari calon anggota DPR dan parpolnya (Kompas, 13/5). Sebelumnya, dari rekapitulasi suara tingkat provinsi tanggal 30 April lalu, beberapa caleg mendapatkan suara jauh melebihi suara yang mereka dapat saat penghitungan ulang. Inilah yang menurut Anggota KPU Sumut Divisi Pemutakhiran Data dan Penghitungan Suara Turunan Gulo, telah terjadi penggelembungan suara yang luar biasa dari rekapitulasi suara di Nisel.

Ketua KPU Sumut Irham Buana Nasution mengatakan, begitu penghitungan ulang Nisel selesai, KPU Sumut akan segera memeriksa keterlibatan KPU Nisel. KPU Sumut pun telah memerintahkan KPU Nisel untuk memecat seluruh penyelenggara lapangan, mulai dari KPPS, PPS dan PPK agar tak dipakai lagi pada pemilihan Presiden. "Hasil pemeriksaan kami terhadap kemungkinan pelanggaran kode etik ini akan diserahkan juga ke Panwaslu Sumut, agar Panwaslu juga bisa menindaklanjuti kemungkinan pelanggaran-pelanggaran pidana umum yang dilakukan penyelenggara pemilu," ujar Irham.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com