Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membaca "Batu Geledek" Ponari

Kompas.com - 22/02/2009, 11:16 WIB

Menurut pengamat sosial-budaya asal Yogyakarta, Sindhunata, kasus-kasus itu bisa dicermati sebagai gejala yang mengarah pada messianisme baru. Dalam arti, ada gerakan sosial yang memercayai adanya juru selamat yang membebaskan masyarakat dari penderitaan saat zaman krisis. Gejala ini kerap disebut milleniarisme karena sang penyelamat dibayangkan bakal membuka zaman baru.

Dalam konteks Ponari, misalnya, kepercayaan masyarakat terhadap penyembuhan instan tumbuh bukan saja akibat pelayanan kesehatan pemerintah buruk (karena banyak orang bermobil turut berobat), melainkan didorong kerinduan bawah sadar akan penyelamatan. Ketika kerinduan itu bertemu dengan mitos Ponari ”menangkap” geledek, jadilah kerumunan massa yang luar biasa.

Kasus Satria Piningit, Moshaddeq, dan Lia Eden juga menjanjikan pembebasan bagi kelompoknya. Aspirasi itu mengental akibat agama-agama resmi kelewat mapan, baik dalam dogma, maupun jaringannya sehingga sulit memenuhi harapan itu.

”Secara teologis dan filosofis, ada kerinduan terdalam manusia akan penyelamatan,” kata Sindhunata, yang menulis disertasi seputar pengharapan messianik masyarakat Jawa abad ke-19 dan awal abad ke-20 untuk memperoleh gelar doktor dari Hochschule für Philosophie, München, Jerman.

Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Komaruddin Hidayat menilai, gejala messianistik mudah menjalar di Indonesia karena kita punya tradisi agama yang mendorong keyakinan adanya kekuatan supranatural, baik lewat nabi, wali, atau tabib.

Ketika berada pada titik kritis—misalnya akibat kemiskinan, kebodohan, atau kekacauan sosial akut—masyarakat akan mencari pegangan spiritual, tanpa peduli spiritualitas itu muncul dari dukun, guru ngaji, atau siapa saja.

”Ibarat tercerbur ke sungai, masyarakat butuh pegangan segera, entah itu ranting, daun, atau kotoran,” katanya.

Nalini Muhdi Agung, psikiater RSU Dr Soetomo Surabaya/Universitas Airlangga, berpendapat mental masyarakat sedang sakit akibat tekanan hidup, ketidakpastian masa depan, atau rasa tak berdaya dan terpinggirkan. ”Dalam situasi ini, orang akan mudah tersugesti, bahkan oleh mitos kosong.”

Diponegoro

Gejala messianistik merupakan gejala umum di Asia, Eropa, bahkan Amerika. Dalam sejarah bangsa Indonesia, kehadirannya bisa dilacak sejak zaman kolonial, kemerdekaan, Orde Lama, sampai Orde Baru. Merujuk tulisan-tulisan guru besar sejarah Universitas Gadjah Mada, Sartono Kartodirjo (almarhum), fenomena messianisme berakar kuat di Tanah Air sebagai perlawanan terhadap kolonialisme dalam bentuk gerakan Ratu Adil yang bersambut dengan konsep mahdiisme.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com