Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Pornografi" Dalam Puisi Dharmadi

Kompas.com - 01/12/2008, 23:20 WIB

Dharmadi sebagai laki-laki, dengan jujur mengungkapkan apa yang dilihatnya. Tetapi dengan cerdas, Dharmadi mengalihkan fantasinya, dari fantasi tentang sahwat ke yang lebih bernilai.

Ia ingat masa kecilnya ketika menetek susu ibunya, ketika melihat payudara yang sedikit nongol; ia ingat plasentanya (sumber makanan) di dinding rahim ibunya, ketika melihat pusar; dan ketika ia melihat bagian celana dalam, khayalannya ke lubang di bawah pusar ibunya, lubang awal ia bisa melihat dunia.

Dari puisi tadi, Dharmadi sepertinya mengatakan, masalah porno atau tidaknya sesuatu, tergantung dari siapa yang melihatnya, dan pikiran apa yang terbangun dalam otaknya.

Memang, selain pembaca puisi dituntut untuk peka dalam menangkap makna terhadap puisi yang dibacanya, di lain hal, penulis juga punya tugas untuk memilih dan meracik kata, kemudian merangkainya dengan maksud tujuan menyampaikan apa yang menjadi perenungannya.

Jika apa yang dituangkan tidak tertangkap oleh pembaca, tidak sesuai dengan harapan penulis, maka bisa saja puisi itu dinilai gelap, buruk. Jauh dari maksud yang sebenarnya, yang ingin disampaikan olrh penulisnya. Di sini peran penulis memang sangat besar.
Bukan maksud saya untuk menurunkan nilai puisi Dharmadi, kalau saya membuat beberapa catatan, setelah membacanya.
Pertama, penggunaan kata yang sama, atau diulang-ulang. Dharmadi sering menggunakan satu kata yang telah dipakai di salah satu puisi, dipakai lagi di puisi yang lain, atau malah dipakai dalam puisi yang sama.. Ini perlu dikaji kembali. Ini memang sering jadi problem penulis dalam menulis.

Kedua, mengacu pada perenungan, saya percaya, segala sesuatu-dalam semua yang ada-selalu mengandung daya. Untuk itu alangkah positifnya jika Dharmadi tidak menyederhanakan diri puisi.

Ada tali semesta yang menghubungkan saat kita (sebagai subyek), mengamati obyek pengamatan kita yang akan kita jadikan bahan untuk menulis puisi. Kasihan kalau obyek tersebut-di bawah alam alam sadar kita-kita vonis sederhana.
Karena bisa saja sebenarnya tidak.Tapi dengan adanya dampak psikologis-daya yang kita pancarkan-akan mempengaruhi obyek tersebut.

Dalam proses kreatif, lakon penulis (penyair) bertindak sebagai pencipta, tentunya dalam hal sebagai pencipta puisi, sekaligus sebagai manusia dan sebagai ciptaan Tuhan. Termasuk sebagai puisi dan sebagai khalayak pembaca.
Kegiatan menulis itu butuh dua mata cermin; sebagai pencipta puisi iya, sebagai puisi itu sendiri iya, dan sebagai pembaca juga iya. Subyek ya, obyek ya, keduanya perlu dalam kesemibangan.
Persepsi saya tentang dampak psikologis, yang memancar dari proses kreatif adalah, adakalanya puisi yang kita tulis ketika dicermati hasilnya bagus; tetapi ketika kita tidak PeDe-ragu-maka akan mempengaruhi puisi itu, begitu juga sebaliknya. Jadi, dampak psikologis bisa membuahkan negative atau positif.  
Tetapi, bagaimanapun tak dapat dipungkiri, ketika saya menikmati AMCB dan JS, dua buku kumpulan puisi Dharmadi, dari halaman ke halaman, seakan memandang batu kali yang berada di dalam bening aliran sungai.
Puisi-puisinya tampak sederhana, tapi dengan kesederhanaannya itulah menjadi luar biasa. Jika ditanya, mengapa? Jawab saya, karena puisi-puisinya sarat dengan getar Illahi. Puisi-puisinya mengajak pembaca untuk masuk ke dalam diri-bukan ke luar diri
 AMCB dan JS, dua buku kumpulan puisi Dharmadi, bagi saya semacam diary-kitab hidup- perjalanan penulisnya dari waktu ke waktu.

Baik sadar atau tidak, sebenarnya lewat puisinya, Dharmadi mengajak pembaca untuk kembali merenungkan rahasia hidup-sebagaimana keberadaan Tuhan yang ada di dalam diri kita. Dan ini yang paling saya suka : Dharmadi, lewat puisinya tidak memakai bahasa khotbah.

Kerendahan hati Dharmadi-seperti bumi-seperti filosofi mikul dhuwur mendem jero- agaknya yang justru mengajak pembaca untuk merenungkan tentang hakikat kehidupan, yang didasari oleh kesadaran diri yang dimiliki Dharmadi bahwa, hidup  di dunia ini hanya sementara.

Pemakaian simbol/metafora yang sederhana yang dipakai dalam puisinya, namun mengena, saya rasa itulah ciri dan kekuatan puisi Dharmadi
.*****
Rukmi Wisnu Wardani, penyair,
pembawa acara kegiatan sastra.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com