Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rio Martil tak Pernah Akui Orangtuanya

Kompas.com - 10/08/2008, 04:51 WIB

MASIH terekam jelas dalam ingatan Tekad Santosa (37) bagaimana dia dengan sekuat tenaga berusaha melilitkan tali pada kaki laki-laki bertubuh kecil di halaman parkir Hotel Rosenda, Baturraden, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, 12 Januari 2001. Namun, laki-laki itu ternyata berhasil melepaskan diri, bahkan 30 karyawan hotel yang ikut menyergapnya kalah.

”Saya tidak menyangka, orang sekecil itu tenaganya kuat sekali,” kata Tekad, pemandu wisata di kawasan wisata Baturraden, Purwokerto, Banyumas, Sabtu (9/8), menceritakan kekuatan Rio Alex Bullo yang dieksekusi mati Kamis lalu pukul 24.00 WIB.

Saat itu, kata Tekad, dia sama sekali tidak tahu bahwa laki-laki kecil tersebut adalah pembunuh ”berantai” yang setiap kali beraksi menggunakan dua martil untuk menghantam kepala korbannya hingga tewas. ”Saat itu, Rio Alex Bullo, yang dijuluki Si Martil Maut, berusia 23 tahun,” ujarnya.

Penyergapan terhadap Rio, lanjut Tekad, merupakan buntut kecurigaan sejumlah karyawan hotel atas gerak-geriknya. Setelah Rio keluar kamar dan karyawan memeriksa kamar nomor 135 yang digunakannya, karyawan menemukan dinding dan langit-langit kamar itu penuh bercak darah.

Saat memeriksa tempat tidur, karyawan menemukan seorang pemilik rental mobil dari Purwokerto, Jeje Suradji, sudah tewas berlumuran darah dengan ditutupi selimut.

Itulah sekilas kasus yang melibatkan Rio, terpidana mati, yang akhirnya dimakamkan di Purwokerto, Jawa Tengah, sebagaimana permintaan keluarganya. Pembunuhan terhadap Jeje dilakukan Rio dalam rangka mencuri mobil Toyota Kijang yang disewakan korban. Pembunuhan tersebut merupakan yang kelima selama 1997-2001.

Kekerasan hati maupun kekejaman Rio membunuh para korbannya ternyata tak pernah dirasakan istrinya, Tuti Alawiyah, warga Jakarta. Hingga Rio divonis hukuman mati, Tuti hanya tahu bahwa suaminya bekerja sebagai pedagang pakaian di Jakarta.

Karena itu, sepekan menjelang pelaksanaan eksekusi mati, dengan sikap tegar, Tuti bersama ketiga anaknya selalu berupaya menemui Rio. Saat Rio masih di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Nusakambangan, upaya itu tak berhasil. Setelah memperoleh izin dari Kejaksaan Negeri Purwokerto, selaku eksekutor, Tuti baru bisa mengunjungi Rio. Persisnya di LP Purwokerto, tiga hari menjelang eksekusi mati.

Rio, yang lahir 2 Mei 1978 di Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, diketahui tak pernah mengakui kedua orangtuanya. Dari pengakuan Tuti, Rio hanya mengaku mempunyai ibu angkat yang tinggal di Jawa Barat. ”Saya tidak tahu orangtua aslinya di mana. Rio tidak pernah bercerita,” papar Tuti.

Semasa hidupnya, Rio pernah mengisahkan, orangtuanya yang berasal dari Sulawesi dan Jawa selalu sibuk berbisnis, tak pernah memberikan perhatian kepada dia. Rio kecil akhirnya tumbuh sebagai anak nakal.

Menurut psikiater RSUD Banyumas dr Basiran SpKj, apa yang dilakukan Rio merupakan gejala gangguan kepribadian, bukan gangguan jiwa.

Kini Rio telah dimakamkan di TPU Sipoh, Desa Kejawar, Kecamatan Banyumas, di sebuah blok makam orang tak dikenal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com