Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sistem Paspor Baru Pakai Pengenalan Wajah

Kompas.com - 08/08/2008, 12:28 WIB

JAKARTA, JUMAT - Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusi melalui Dirjen Keimigrasian menerapkan sistem baru penerbitan paspor guna menjamin keamanan yang lebih ketat terhadap para pemegang paspor.

Jika selama ini sistem keamanan menggunakan dua aspek, yaitu identitas diri dan sidik jari, maka kini dilengkapi dengan facial recognition atau pengenalan wajah. Selain itu, sistem baru penerbitan paspor juga terintegrasi secara terpadu di seluruh Indonesia.

Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta kepada wartawan di Jakarta, Jumat (8/8), mengatakan, sistem penerbitan paspor Indonesia tengah menuju ke arah e-paspor yang memungkinkan pelayanan penerbitan paspor melalui internet. Datanya juga di-back up dan bisa diakses di seluruh Indonesia, serta terintegrasi pada Pusat Data dan Informasi (Pusdatin).

"Kita punya standar yang disepakati dalam International Civil Aviation Organization. Standar paspornya untuk menuju ke sana ada e-paspor, yang terdiri dari beberapa subsistem. Misalnya, ada subsistem cekal, izin tinggal sementara, izin tinggal tetap, visa, dan lain-lain. Jadi, sistem penerbitan paspor yang baru ini dalam rangka e-paspor salah satu subsistem," kata Andi.

Andi menjelaskan, yang terpenting dalam penerbitan paspor adalah faktor keamanan (security). Pada sistem lama, keamanan terdapat pada sidik jari dan identitas. "Identitas ini bisa berubah kalau salah tulis. Kurang satu huruf saja bisa lolos. Yang permanen adalah sidik jari. Tapi sidik jari juga bisa buntung kalau kecelakaan. Karena itu, perlu ditambah dengan back up lain yaitu facial recognition atau pengenalan wajah," jelas Andi.

Saat ini sebanyak 72 kantor pelayanan imigrasi sudah melayani dengan sistem baru ini, menggantikan sistem lama yang berbasis terpadu geometrik yang dikelola oleh swasta. Dengan adanya sistem baru, maka uang pembuatan paspor yang sebelumnya masuk ke swasta akan mengalir ke negara. Sebab, pemerintah sudah membeli sendiri alat atau teknologi pembuatan paspor tersebut.

"Dulu duit masuk ke swasta, sekarang ke negara. Misalnya, setahun ada 3 juta paspor dengan biaya per paspor Rp 55.000, jadi yang ke swasta itu kurang lebih Rp 165 miliar per tahun. Kemudian kita berpikir, kenapa tidak membeli alat senilai 100 miliar kan negara lebih untung," ujar Andi.

Sementara itu, Dirjen Imigrasi Basyir Ahmad Barmawi mengatakan, aplikasi pelayanan sistem baru ini diterapkan sama di seluruh Indonesia. Hal ini, menurutnya bisa meminimalisasi praktik percaloan. "Dari segi pelayanan bisa melalui internet. Dan kita menciptakan ini untuk kepentingan masyarakat. Ke depannya, untuk VIP kita bisa meniru di luar negeri, misalnya butuh satu hari jadi. Kalau sudah komplet (semua data) boleh. Tapi uangnya harus bayar lebih dan kelebihannya ini untuk negara," kata Basyir.

Targetnya, pada 1 September mendatang seluruh kantor pelayanan imigrasi yang berjumlah 108 sudah menerapkan sistem baru ini. (ING)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com