Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Marjinal Sulit Akses Transportasi

Kompas.com - 17/04/2008, 19:40 WIB

 

BANDUNG, KAMIS - Kenaikan harga bahan bakar minyak memberikan efek domino bagi masyarakat. Akibatnya, warga ekonomi kurang mampu di Kota Bandung kini makin sulit mengakses transportasi. Tingkat kesejahteraan mereka makin menurun dan anak-anaknya pun terancam putus sekolah.

Demikian pokok kesimpulan dari pemaparan hasil penelitian berjudul Tingkat Kemampuan Transportasi Uran untuk Masyarakat Berpendapatan Rendah, Kamis (17/4) di sela-sela acara Seminar Hasil Penelitian Dosen Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung.

Dalam penelitian yang dihasilkan Kelompok Keahlian Pengelolaan Pembangun an dan Pengembangan Kebijakan SAPPK ITB ini disimpulkan bahwa sebanyak 79,3 persen masyarakat bependapatan rendah (di bawah Rp 1,4 juta per keluarga) tidak lagi sanggup membiaya transportasi keluarganya. Penelitian ini dilakukan pada 2006 hingga 2007.

Dari persentase itu (79,3 persen), 89,9 persen diantaranya terpaksa menggunakan tabungan untuk transportasi. Padahal, lambat laun itu (tabungan) pasti akan habis, tutur Johnny Patta, salah seorang penelitinya. Sebanyak 5 persen responden diketahui meminta bantuan (menumpang atau minta) sementara 5 persen lagi terpaksa berhutang.

Ironisnya, motif keperluan transportasi ini sebagian besar untuk pendidikan atau sekolah. Sisanya untuk bekerja dan menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan. Penelitian yang menggunakan metoda proporsional simple random sampling dengan 150 sampel di 15 kecamatan di Kota Bandung ini menunjukkan 97,5 persen warga yang tidak mampu ini menggunakan tabungan untuk menutupi kebutuhan transportasi ke sekolah.

Pergerakan warga di Kota Bandung untuk melakukan aktivitas pendidikan sangat tinggi. Di lain pihak, persebaran sekolah formal belum cukup merata. Cenderung terpusat di beberapa lokasi, terutama Bandung bagian utara. Padahal, untuk menutupi kebutuhan transportasi itu, mereka terpaksa mengurangi komponen lain macam makanan, kesehatan dan rekreasi. Sebesar 42,9 persen (responden) telah melakukan ini, tuturnya.

Otomatis, kondisi ini mengakibatkan tingginya ancaman siswa putus sekolah. Di lain pihak, jika warga tidak sekolah, ini berdampak signifikan pada berkurangnya indeks pembangunan manusia (IPM). Untuk itu, ia berkesimpulan, indeks daya beli khususnya persoalan transportasi harus menjadi perhatian serius pemerintah. Sebagai solusi, ia tidak merekomendasikan pembuatan transportasi mass al, melainkan skema subsidi.

Kalau transportasi massal, ini bisa mengusik yang lain (angkot). Padahal, mereka menyerap lapangan kerja tinggi. Maka, sebaiknya melalui voucher. Kompensasinya dari pembayar pajak, tuturnya. Hasil penelitian ini menurut rencana akan segera disampaikan ke Pemerintah Kota Bandung agar menjadi pertimbangan kebijakan.

Ia khawatir, jika tidak diantisipasi, kondisinya akan makin buruk. Sebab, ekonomi dunia pun kini tengah mendapat tekanan dari melambungnya harga minyak mentah yang k ini menembus USD 130 per barel. Tertinggi dalam sejarah.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com