Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biang Bunuh Diri: Miskin Harta, Miskin Iman?

Kompas.com - 06/02/2008, 17:44 WIB

KEMISKINAN yang menyebabkan tekanan hidup serta keimanan seseorang tidak berkorelasi mutlak yang memicu seseorang melakukan bunuh diri.

Begitu pendapat psikolog Sartono Mukadis menanggapi kasus-kasus bunuh diri di Jakarta, yang antara lain dilakukan oleh Agus Riyanto (30), kurir yang melakukan gantung diri karena diduga stres terjerat utang Rp 3 juta, dan terancam di-PHK.

Sartono mengatakan, penyebab kasus bunuh diri pada setiap orang tidak serta-merta berdiri sendiri. Menurutnya, faktor kemiskinan atau tekanan hidup serta keimanan seseorang tidak berkorelasi mutlak yang memicu seseorang melakukan bunuh diri.

"Kesulitan hidup beserta tekanannya hanya memicu stres dan depresi pada orang tersebut. Stres dan depresi pada setiap orang akan selalu ada dan hal yang biasa selama dalam taraf yang wajar dan sehat," tutur psikolog senior itu, " yang menjadi masalah adalah berkepanjangannya stres dan depresi itu."

Pada kasus Agus, Sartono melihat kemiskinan orang tersebut bukanlah faktor utama pemicu stres yang menyebabkan bunuh diri. Ia menjelaskan, kesenjangan ekonomi dan perbedaan kelas yang dijadikan pembanding oleh seseorang itulah yang sangat mungkin menjadi penyebab utama untuk bunuh diri.

"Kalau dia merasa miskin, tapi semua orang juga miskin, ia tak akan bunuh diri. Tapi karena perbedaan yang sangat jelas dan menyakitkan itulah yang menjadi penyebabnya," kata Sartono, Selasa.

Budaya ngerumpi atau sekadar nongkrong untuk ngobrol ngalor-ngidul di perkampungan padat di pelosok Jakarta, lanjutnya, dapat meminimalkan seseorang untuk melakukan bunuh diri.

"Memang kelihatannya norak. Tapi ngobrol di pojok-pojok jalan atau ujung-ujung gang atau kedai tertentu di perkampungan, sebenarnya sangat ampuh menjadi obat penghilang depresi berat yang mengarah ke bunuh diri," ujarnya.

Sartono menjelaskan, ciri-ciri orang yang mengalami tekanan hebat atau stres berkepanjangan dapat dilihat dari sikap orang tersebut secara mendalam oleh keluarga atau orang sekitar.

"Orang yang stres berat itu otomatis akan menjadi introvert atau tertutup serta tak memedulikan keadaan dirinya serta lingkungan dan orang sekitar. Kalau ini dibiarkan, memang fatal dan bisa mengarah ke bunuh diri," katanya.

Menurut Sartono, cara ampuh lainnya menghindarkan orang yang mengalami stres berat agar tidak bunuh diri adalah mengajaknya bicara. "Walaupun diajak bicara orang itu diam saja, jangan berhenti. Ajak terus ia bicara sambil menawarkan sesuatu atau mengajak melakukan aktivitas tertentu. Ini bisa dilakukan oleh orang terdekat atau keluarga," katanya. 

Untuk menanggulangi kasus-kasus bunuh diri seperti ini, keluarga dan orang sekitar sebenarnya mesti tanggap melihat gelagat dan sikap yang berbeda dari orang tersebut. "Sebab pada beberapa orang perbedaan sikap dan keanehan sikap orang tersebut hanya dapat dirasakan dan dilihat oleh orang terdekat atau keluarga," katanya.(Warta Kota/get/bum)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com