Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjualan Joglo Sulit Dicegah

Kompas.com - 09/08/2009, 16:56 WIB

KULON PROGO, KOMPAS.com — Keberadaan joglo di Kulon Progo terancam. Banyak warga menjual rumah tradisional Jawa itu kepada kolektor barang antik karena harganya tinggi. Penjualan joglo pun sulit dicegah karena pemerintah daerah tidak punya aturan khusus.

Penjualan joglo salah satunya marak terjadi di Desa Banaran, Galur. Menurut Arisetiawan (35), seorang warga, Minggu (9/8), setidaknya terdapat dua joglo berusia 80 tahun milik tetangganya yang akan dijual dengan harga di atas Rp 100 juta.

Salah satu joglo memiliki empat tiang utama dan 12 buah tiang penyangga sisi. Seluruh tiang, termasuk kerangka atap, merupakan kayu jati berukir. Karena lama tidak dihuni, tiang tampak tidak terawat. Warnanya menghitam dan mulai ditumbuhi lumut.

Pihak keluarga pemilik joglo, yang tidak bersedia menyebutkan identitasnya, mengatakan, penjualan dilakukan karena ia mendapat tawaran menarik. Sejauh ini, sejumlah kolektor barang antik dari dalam dan luar negeri sudah berminat membeli joglo itu. Pemilik juga berencana membangun rumah baru di atas lahan bekas joglo.

Selain di Banaran, joglo-joglo di Desa Glagah, Temon, juga mulai diincar kolektor. Warga Glagah, Hendro (42), mengungkapkan bahwa kolektor sudah kesulitan membeli joglo di daerah perkotaan sehingga mereka memburunya hingga ke desa-desa.

Joglo di desa dinilai lebih antik dan tradisional daripada joglo yang ada di kota sehingga pembeli berani menawarkan harga yang tinggi, ungkap petani lahan pasir itu.

Pendamping Seni dan Budaya Kecamatan Temon Jumari hanya bisa menyayangkan keputusan warga menjual joglo. Tidak ada yang dapat ia lakukan selain mengimbau kepada pemilik joglo untuk menimbang ulang nilai sejarah dan kenangan bangunan yang tak tergantikan.

Diakui Kepala Seksi Bidang Sejarah dan Kepurbakalaan Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kulon Progo Singgih Hapsoro, belum ada peraturan daerah yang mengatur kegiatan jual-beli joglo sebagai benda cagar budaya. Aturan semacam itu sulit disusun karena joglo adalah milik warga secara pribadi sehingga warga berhak mengelolanya dalam bentuk apa pun.

Pemerintah dilematis. Bagaimana pun, joglo sebagai benda cagar budaya harus dilindungi keberadaannya. "Pemerintah hanya bisa mengimbau, tetapi tidak bisa menerapkan sanksi secara kaku," kata Singgih saat dihubungi melalui telepon.

Kepada warga yang hendak menjual joglo miliknya, Singgih pun menyarankan agar meminta keterangan dari pembeli mengenai lokasi pemindahan joglo. Sebaiknya joglo tidak sampai diangkut ke luar negeri, tetapi tetap di Indonesia.

Berdasarkan pendataan dinas, jumlah joglo yang ada di Kulon Progo mencapai ratusan. Akan tetapi, joglo yang harus dilindungi karena memenuhi ketentuan benda cagar budaya hanya sekitar 10 buah. Saat ini pemerintah daerah sedang gencar meyakinkan para pemilik joglo berstatus benda cagar budaya, yang ada di Sentolo dan Girimulyo, untuk merawat dan mempertahankan rumah tersebut.

Tahun depan, dinas akan mengusulkan perekrutan pamong budaya baru sehingga pengawasan benda-benda cagar budaya termasuk seni tradisi di suatu daerah akan lebih mudah dilakukan. Idealnya, terdapat satu pamong budaya di setiap kecamatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com