Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siswi Hamil Gugat Kepala Sekolah

Kompas.com - 23/04/2009, 10:07 WIB

SURABAYA, KOMPAS.com — Polemik larangan mengikuti ujian masional (UN) bagi siswa hamil yang dialami Pr, siswa SMKN 8 Surabaya, mulai merambah ke ranah hukum. Didukung Lembaga Perlindungan Anak Kota Surabaya, Kelompok Perempuan Pro-Demokrasi (KPPD) Samitra Abhaya, Dewan Pendidikan Kota Surabaya, dan Forum Komunikasi Peduli Pendidikan Kota Surabaya, Pr bersiap mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Gugatan ini tujukan kepada Kepala SMKN 8 dan Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya. Kuasa hukumnya dari Surabaya Children Crisis Center (SCCC) dan LSM Respublika Surabaya. Erma Susanti, Ketua KPPD Samitra Abhaya Surabaya, mengatakan, gugatan ini karena kebijakan sekolah tidak sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002. “Sudah jelas anak memiliki hak untuk mendapat pendidikan yang harus dipenuhi, tidak terkecuali siswa hamil,” kata Erma, Rabu (22/4).

Selain gugatan ke PN, enam LSM ini juga akan mengirimkan surat pengaduan ke Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Menteri Pendidikan Nasional. “Dalam surat ini dijelaskan kondisi yang terjadi pada Pr. Kami masih berharap korban (Pr) diberikan kesempatan untuk mengikuti ujian susulan, bukan ujian kesetaraan seperti yang dikatakan dindik,” ujar Erma.

Agung Nugroho, Ketua Bidang Advokasi SCCC, mengaku, masih mengkaji gugatan yang akan diajukan ke PN. Menurut Agung, dalam kasus ini gugatan bisa berupa legal action, class action, gugatan administrasi negara, maupun gugatan perorangan.

“Jika memang kasus ini dialami lebih dari satu orang bisa class action. Kalau hanya seorang ya bisa legal action,” katanya. Yang jelas, lanjutnya, kasus ini akan dibawa ke pengadilan sehingga hak pendidikan bagi Pr benar-benar direalisasikan.

Menanggapi upaya hukum yang disampaikan beberapa lembaga, Kadindik Surabaya Sahudi mengaku tidak keberatan. Ia menilai pengajuan tuntutan itu merupakan hak semua orang. “Berbeda pendapat itu tidak apa-apa, silakan saja mereka mengajukan tuntutan hukum, itu hak mereka. Dalam hal ini kami hanya berpatokan pada aturan-aturan yang ada,” ujar Sahudi saat dihubungi, Rabu (22/4).

Di tempat terpisah, Komisi D DPRD Kota Surabaya Kamis ini (23/4) akan menggelar lagi dengar pendapat tentang masalah ini. Komisi D memanggil Asisten IV (Bidang Kesejahteraan Rakyat) Sekkota Surabaya, Tri Siswanto, Kabag Hukum, tim ahli DPRD Kota Surabaya serta pakar anak Kresno Mulyadi.

“Kami masih terus berjuang karena kebijakan sekolah dan dindik tidak didasarkan aturan undang-undang, hanya berdasarkan asumsi. Vonis Kadindik Sahudi yang tidak akan meluluskan kalau dibiarkan bisa masuk ke perkara hukum,” kata Baktiono, Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya.

Tim ahli DPRD Kota Surabaya Eko Sagitario sependapat dengan Baktiono. Menurut Eko, anak-anak harus dilindungi hak sekolahnya dengan memberinya pendidikan yang layak. Dan itu tugas pemerintah untuk memenuhinya. uus

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com