Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

2,3 Juta Hektar Lahan "Suku Anak Dalam", Ludes

Kompas.com - 11/12/2008, 15:54 WIB

Laporan wartawan Kompas Irma Tambunan

JAMBI, KAMIS - Sekitar 2,3 juta hektar kawasan jelajah masyarakat Suku Anak Dalam atau Orang Rimba di Provinsi Jambi telah berubah menjadi perkebunan sawit, akasia, areal hak pengusahaan hutan, dan permukiman transmigran. Orang Rimba makin kesulitan mendapatkan sumber-sumber makanan dalam hutan yang juga merupakan tempat bernaung mereka selama ini.

Koordinator Bidang Konservasi dan Pemberdayaan Masyarakat Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Robert Aritonang mengatakan, telah terjadi monopoli swasta dalam penguasaan lahan hutan. Hingga kini, tinggal hutan Orang Rimba di sebelah barat Jambi saja, yang merupakan hulu sungai di kawasan penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat, seluas 390.730 hektar. Kawasan tersebut kini juga dalam ancaman terdegradasi dan terfragmentasi akibat tingginya aktivitas pembalakan dan perambahan.

"Semestinya hutan jangan hanya dilihat dari segi ekonomi, namun juga dari sisi ekologisdan sosial budaya bagi kehidupan masyarakat," tutur Robert, dalam workshop Ancaman Terhadap Etno-Ekologi Orang Rimba Bagi Hegemoni-Kapitalis dan Strategi Penyelamatannya, di Jambi, Kamis (11/12).

Sedangkan 2,3 juta hektar hutan lainnya telah dimanfaatkan untuk fungsi ekonomis antara lain 1,5 juta hektar untuk 16 HPH, 298.955 hektar untuk areal permukiman transmigran, 166.332 hektar perkebunan sawit, dan 318.648 hutan tanaman industri akasia dan ecalyptus.

Hal ini, menurut Robert, menyebabkan areal jelajah orang rimba semakin sempit. Dalam perkembangannya, banyak orang rimba menjadi terpencar-pencar untuk memperoleh sumber makanan baru di area jelajah lain.

Ia mencontohkan, belum lama ditemukan ada kelompok orang rimba di Kota Sungai Penuh, Kabupaten Kerinci. Keberadaan mereka di kota kecil tersebut sempat dipertanyakan, karena wilayah tersebut sebelumnya tidak masuk area jelajah orang rimba. Ternyata diketahui bahwa mereka mencari sumber-sumber makanan di tempat baru.

Tumenggung Kitab, salah seorang pemimpin Suku Anak Dalam di Kabupaten Tebo, mengaku terpaksa keluar hutan dan tinggal di sekitar kebun-kebun sawit di Kabupaten Sarolangun. "Kami terpaksa mengais-ngais makanan tersisa di tempat sampah. Kalau beruntung, kami bisa dapat babi atau labi-labi untukdijual ke tauke (pedagang pengumpul)," tuturnya.

Kepala Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam Provinsi Jambi, Didi Wurjanto mengatakan, orang rimba tak dapat dipisahkan dari sumber daya hutan. Sayangnya keberadaan mereka kerap tak diakui. Aturan negara sendiri tidak memadai untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat suku terasing, seperti orang rimba.

Karena itu, lanjut Didi, pihaknya akan melaksanakan inventarisasi atas hunian-hunian orang rimba di Jambi. Taman Nasional Bukit Duabelas yang ditujukan untuk mengkonservasi orang rimba, dinilainya tidak cukup luas untuk kebutuhan itu.

Sejumlah hutan produksi yang kini tidak dikelola swasta, dapat difungsikan untuk areal konservasi. "Kita membutuhkan Bukit Duabelas sebagai rumah bagi orang rimba, namun itu saja tidak cukup. Perlu diidentifikasi hutan-hutan mana lagi yang dapat alokasikan sebagai areal konservasi suku anak dalam," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com