SEMARANG, KOMPAS.com - Ombudsman Jawa Tengah telah menerima laporan kasus kekerasan dengan korban seorang taruna yang terjadi di kampus pelayaran milik pemerintah di Kota Semarang.
Kepala Ombudsman Jawa Tengah Siti Farida mengatakan, laporan telah diterima sejak Rabu 31 Mei 2023. Laporan dugaan penganiayaan tersebut akan diteruskan ke pusat.
"Iya sudah ada laporan. Karena instansi terlapor ada di kementerian, penanganan laporan ada di pusat," jelasnya kepada Kompas.com, Kamis (15/6/2023).
Baca juga: Taruna Pelayaran di Semarang Mengaku Dianiaya Senior, Ditendang dan Dipukul Puluhan Kali
Soal tindak lanjut yang akan dilakukan soal kasus dugaan kekerasan tersebut, Ombudsman Jawa Tengah sedang berkoordinasi dengan pusat yang sedang melakukan telaah.
"Kami masih melakukan telaah," ujar Farida.
Saat ini data-data yang telah diberikan pelapor ke Ombudsman Jawa Tengah sedang dilakukan pemeriksaan. Setelah itu, data dan dokumen awal akan diteruskan ke Ombudsman Jakarta.
Menanggapi dugaan kekerasan di kampus pelayaran tersebut, Farida menegaskan jika semua bentuk kekerasan tidak bisa ditoleransi di semua instansi pendidikan.
"Data-data akan segera diteruskan ke pusat," paparnya.
Baca juga: Mengaku Punya Kenalan Petinggi Mabes Polri, Ayu Tipu Calon Taruna Akpol, Korban Setor Rp 250 Juta
Dikonfirmasi terpisah, pendamping korban dari LBH Semarang, Iqnatius Radit mengatakan, korban saat ini sedang trauma karena belum genap satu tahun mengikuti pendidikan sudah menjadi korban kekerasan fisik sebanyak tiga kali.
"Pada 9 Oktober 2022 korban mengalami pemukulan di kepala dan tendangan di tulang kering oleh pembina dan pengasuh," jelasnya Radit saat dikonfirmasi.
Setelah itu, pada 23 Oktober 2022 korban kembali menjadi korban kekerasan berupa pemukulan kepala bagian belakang sebanyak 10 kali yang dilakukan oleh asisten aktivitas.
"Pada Rabu 21 November 2022 korban kembali mendapatkan penganiyaan fisik. Dipukul 40 kali bagian perut, termasuk ulu hati," ujar diam.
Radit telah melaporkan kejadian tersebut ke beberapa lembaga seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Kami juga sudah lapor ke Polda Jawa Tengah," ujar dia.
Informasi yang dia dapatkan, di kampus pelat merah tersebut ada doktrin di mana taruna yang mendapatkan kekerasan fisik tidak boleh lapor dan dianggap banci jika hal itu terjadi.
"Ada doktrin bahwa kekerasan disana untuk memupuk mental. Tidak boleh lapor-lapor. Kalau ada yang lapor, ada yang kena sanksi fisik, lalu dihujat dengan sebutan banci," ungkap Radit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.