PALEMBANG, KOMPAS.com- Pengadilan Negeri Palembang resmi mengeluarkan surat untuk penahanan terhadap Ketua Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Erza Saladin yang terjerat kasus dugaan pemalsuan surat tanah kantor DPW partai PKS Sumsel.
Penahanan itu diintruksikan langsung oleh Ketua Majelis Hakim Agus Aryanto saat sidang kedua yang berlangsung Selasa (9/5/2023) dengan agenda pemeriksaan terdakwa.
Tidak hanya Erza, hakim pun memerintahkan penahanan Harmoko Bayu Asmara yang merupakan rekan Erza.
“Menetapkan agar kedua terdakwa dilakukan penahanan selama 30 hari ke depan guna kepentingan pemeriksaan sidang perkara,” kata Agus usai saat sidang berlangsung.
Baca juga: Tinggal Sebatang Kara, Kakek di Palembang Sakit Paru-paru dan Rumah Penuh Sampah
Dalam sidang tersebut, Erza diketahui sempat menjabat sebagai anggota DPRD Sumsel.
Ia pun merupakan mantan ketua DPW partai PKS Sumsel periode 2015-2020.
Saat ia duduk sebagai ketua DPW Partai PKS, Erza diduga sudah menyalahgunakan jabatannya dengan menerbitkan sertifikat palsu terhadap aset-aset milik partai tempatnya bernaung kala itu.
Setelah dirinya ditetapkan di tahan, Erza pun enggan berkomentar banyak dan menyerahkan sepenuhnya kepada tim kuasa hukum.
“Biar nanti pengacara saya saja,” ujar Erza.
Kuasa hukum DPW PKS Sumsel Martadinata menjelaskan, kasus itu mereka laporkan pada Agustus 2022 di Polda Sumatera Selatan.
Baca juga: Kurang Stempel, Berkas Pendaftaran Bacaleg PKS di KPU Palopo Dikembalikan
Mereka menduga Erza telah bekerja sama dengan mafia tanah dengan menerbitkan sertifikat tanah palsu untuk mengambil aset milik partai.
“Ia membuat surat keterangan palsu di Polda untuk mengajukan permohonan sertifikat tanah yang baru ke BPN, padahal sertifikat itu ia simpan," kata Martadinata, usai sidang.
Menurut Martadinata, mereka sempat melakukan mediasi terkait kepemilikan aset sertifikat tanah milik DPW PKS.
Namun, saat itu Erza meminta tiga aset milik partainya dulu.
“Padahal aset itu dibeli dari infak anggota Legislatif PKS selama 12 tahun. Keinginan itu tidak dapat kami penuhi, sehingga dugaan kami muncul dari terdakwa untuk mengambil jalan pintas dengan membongori Polda untuk membuat surat kehilangan sebagai syarat penerbitan sertifikat baru di BPN. Padahal sertifikat asli disimpan,”ungkapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.