MALANG, KOMPAS.com - Satreskrim Polres Malang menetapkan seorang pengasuh pondok pesantren di kawasan Desa Tangkilsari, Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang, berinisial MTAF ke dalam daftar pencarian orang (DPO).
Ia diduga telah melakukan tindakan pelecehan seksual kepada sejumlah santriwati dengan menyentuh area sensitif.
Panit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Malang, Aipda Nur Leha mengatakan dugaan perbuatan tidak senonoh itu dilakukan pada 2020.
Baca juga: Kronologi Oknum Polisi Diduga Lecehkan 2 Wanita di Puskesmas Bone
Ia kemudian dilaporkan empat orang korban yang masih berusia 17 tahun pada 23 Juni 2022 lalu.
"Modusnya pelaku melecehkan korbannya dengan cara dicium hingga kena bibirnya. Kadang dipukul bagian belakang atau pahanya. Katanya modusnya sayang. Tiba-tiba dipegang dadanya. Hal itu kerap dilakukan," ungkapnya melalui sambungan telepon, Kamis (27/4/2023).
Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan, polisi menetapkan tersangka kepada MTAF. Namun, saat dilakukan pemanggilan, ia selalu mangkir.
"Begitupun ketika di datangi ke kediamannya yang bersangkutan tidak ada," jelasnya.
Pada 14 April 2023 polisi mencatumkan nama tersangka ke dalam DPO. Ada dugaan korban lebih dari empat orang.
Namun, menurut Leha hanya empat orang tersebut yang berani melapor ke Polres Malang.
"Sebenarnya ada beberapa korban tetapi orang tuanya tidak mempermasalahkan. Bahkan diduga korban lain ada yang masih berada di pondok itu, dan sebagian ada yang sudah keluar," pungkasnya.
YLBHI-LBH Pos Malang dan WCC Dian Mutiara Malang memberikan pendampingan kepada para korban.
Berdasarkan siaran pers resmi yang dikeluarkan YLBHI-LBH Pos Malang dan WCC Dian Mutiara Malang, peristiwa itu terungkap bermula saat salah satu santri bertanya kepada salah satu guru di lingkungan pondok pesantren tersebut: "Ustadz apa hukumnya jika ada ustadz mencium santrinya?".
Guru tersebut kaget dan bertanya lebih lanjut mengenai permasalahan yang terjadi.
"Guru tersebut kemudian memberikan pendampingan kepada empat santri yang menjadi korban ini," ungkap Advokat YLBHI-LBH Pos Malang, Tri Evak Oktaviani dalam siaran pers tersebut.
Untuk keempat santri tersebut sempat merasa tidak nyaman lagi berada di sekolah. Bahkan ada indikasi tekanan saat ijazah pendidikannya tidak dikeluarkan oleh sekolah.
Baca juga: Lecehkan Anak di Bawah Umur dan Rekam Perbuatannya, Pemuda asal Blitar Ditangkap Polisi Tulungagung
"Akhirnya NU Kabupaten Malang membantu mengadvokasi ke Kemenag Kabupaten Malang," ujarnya.
Akibat peristiwa itu, para korban tersebut sempat mengalami dampak psikologis, seperti ganguan saat tidur dan hingga pingsan.
Alhasil, YLBHI-LBH Pos Malang dan WCC Dian Mutiara Malang meminta bantuan pendampingan LPSK.
"Setelah mendapat pendampingan dari LPSK sekaligus dengan psikolog, kondisi psikologis korban saat ini mulai membaik," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.