Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Soroti Penyiksaan Aparat terhadap Ruben

Kompas.com - 13/06/2013, 16:08 WIB
Zico Nurrashid Priharseno

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Selain menjadi korban rekayasa kasus pembunuhan, Ruben Pata Sambo dan Markus Pata Sambo juga menjadi korban kekerasan dan penyiksaan oleh sejumlah oknum polisi. Keduanya juga dipaksa mengakui perbuatannya.

"Selama pemeriksaan dan penyidikan di kepolisian, mereka diperlakukan sangat buruk. Mereka disiksa, ditelanjangi, dan dipaksa mengakui pembunuhan. Bahkan, tangannya yang sedang patah menjadi sasaran penyiksaan tersebut," kata Haris Azhar, Koordinator Eksekutif Nasional Kontras, ketika ditemui di Kantor Kontras di Jalan Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2013).

Keduanya merupakan korban rekayasa kasus pembunuhan. Pada saat persidangan, sejumlah saksi tidak pernah dihadirkan dalam persidangan yang dilangsungkan di Pengadilan Negeri Makale, Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Kesaksian hanya menggunakan pengakuan keduanya saat diperiksa oleh polisi. Pengakuan ini penuh dengan rekayasa dan intimidasi oleh sejumlah oknum kepolisian.

"Bayangkan, mereka disuruh mengaku membunuh. Mereka disiksa, dipukul, dan ditelanjangi," tegas Haris.

Selain itu, kekerasan juga didapatkan oleh ayah dan anak ini di pengadilan dan di dalam penjara. Haris mengatakan, kekerasan ini secara sengaja dilakukan dan disponsori oleh oknum polisi dan petugas penjara. "Jadi, sidang itu hanya mengandalkan pengakuan yang dipaksakan. Ketika baru masuk penjara, mereka langsung dipukuli terus oleh tahanan lainnya dengan suruhan polisi dan sipir," ujar Haris.

Untuk itu, Kontras sudah melayangkan surat permintaan untuk melakukan tindakan hukum atas pelaku-pelaku penyiksaan. Surat itu akan diberikan kepada Mabes Polri. Selain Mabes Polri, Kontras juga memberikan surat terkait rekayasa kasus ini ke Kejaksaan Agung, Komisi Yudisial, dan Kementerian Hukum dan HAM.

Dugaan rekayasa semakin terbukti pada 30 November 2006. Polisi berhasil menangkap pelaku sesungguhnya pada kasus pembunuhan pasangan suami-istri di Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Mereka adalah Agustinus Sambo (22), Petrus Ta'dan (17), Juni (19), dan Yulianus Maraya (24). Walaupun keempat pelaku sesungguhnya sudah memberikan kesaksian tertulis yang menerangkan bahwa Ruben dan Markus tidak terlibat dalam pembunuhan, keduanya belum dibebaskan. Sampai saat ini, Ruben dan Markus masih mendekam di dua penjara yang berbeda di Jawa Timur. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Nasional
    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Nasional
    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Nasional
    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

    Nasional
    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Nasional
    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Nasional
    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Nasional
    'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

    "Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

    Nasional
    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Nasional
    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Nasional
    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com