Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah "Ngebet" Kembalikan Pilkada ke DPRD

Kompas.com - 04/06/2013, 05:00 WIB
Nina Susilo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah terkesan enggan memasukkan pasal-pasal pembatasan dana kampanye dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pilkada. Pemerintah justru terlihat lebih mendorong pelaksanaan pilkada dikembalikan ke sistem bukan pemilihan langsung.

"Sampai saat ini, sudah 295 kepala daerah yang tersangkut korupsi. Makanya, kami mengusulkan, kalau bisa, bupati dan wali kota tidak usah dipilih langsung sehingga tidak perlu biaya kampanye," tutur Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, di Jakarta, Senin (3/6/2013). Pemerintah mengusulkan pilkada langsung hanya dilakukan di tingkat provinsi. Adapun bupati dan wali kota dipilih oleh DPRD. Pendapat serupa pernah dimunculkannya saat menyikapi konflik akibat Pilkada Palopo.

Namun, sebelumnya, Gamawan pernah pula menyampaikan pendapat berbeda soal pilkada tingkat apa yang sebaiknya digelar langsung dan mana yang dilakukan oleh DPRD. Sama-sama mengusulkan pengembalian pemilihan kepala daerah ke rezim DPRD, tetapi beberapa waktu lalu dia menyebutkan justru gubernur yang dipilih oleh DPRD, sementara bupati dan wali kota dipilih melalui pemilu langsung.

Saat itu, Gamawan menyatakan, bila wacana tersebut disetujui, barulah dipikirkan aturan pembatasan dana kampanye untuk pilkada langsung. Mekanisme pembatasan dana kampanye dan cara pengontrolannya, imbuh dia, masih terus dikaji. "Kabupaten itu kan besar. Mampu tidak KPU mengontrol pemasangan pamflet kampanye? Kalau spiritnya oke, tapi teknisnya harus dikaji. Apakah instrumen atau bahan kampanye itu harus dicap KPU dulu sebelum dipasang? Mampu gak KPU?" tutur Gamawan.

Terpisah, Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Didik Supriyanto berpendapat, pembatasan dana kampanye bisa dilakukan dengan sangat mudah. Hanya diperlukan niat baik dari pemerintah dan partai politik untuk mendorong prinsip kesetaraan, kebebasan, serta transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana kampanye.

Didik mencontohkan, biaya kampanye dari semua calon kepala daerah dalam pilkada sebelumnya bisa dirata-rata. Hasil penghitungan itu bisa menjadi batas maksimal dana kampanye. Batas maksimal dana kampanye juga bisa dihitung dari jumlah pemilih dikalikan dengan biaya yang diperlukan untuk meyakinkan seorang pemilih, misalnya Rp 1.000 atau Rp 1.500 per pemilih. "Batas maksimal dana kampanye bisa dihitung dengan matematika sederhana," tegas Didik.

Secara prinsip, Gamawan menyatakan setuju dengan semangat pembatasan dana kampanye. Harapannya, kata Gamawan, biaya kampanye bupati tidak sampai Rp 30 miliar atau biaya kampanye gubernur Rp 100 miliar bahkan lebih.

Sementara itu, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan menambahkan, sudah semestinya aturan terkait dana kampanye diperbaiki. Pemerintah akan berusaha memunculkan larangan mahar atau "biaya sewa" kendaraan politik serta penggunaan dana kampanye dalam pembahasan RUU Pilkada di DPR.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta agar Bebas

Nasional
Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com