BONE, KOMPAS.com - Sabtu (24/11/2012), mentari pagi di 10 Muharram dalam penanggalan Hijriyah telah tiba. Hal ini merupakan pertanda bagi para ibu rumah tangga untuk berada di dapur dan membuat bubur tradisional yang disebut dengan "Bella Pitunrupa" atau bubur dengan tujuh macam.
Bubur dengan bahan dasar tujuh hasil bumi seperti jagung, pisang, nangka, beras ketan putih, beras biasa, kacang hijau serta labu, merupakan buah yang tumbuh di atas permukaan tanah bukan yang tertanam. Demikian syaratnya. Tentunya hal ini memiliki makna tersendiri bagi warga.
"Harus tujuh macam dan dibikin setiap tahun pada hari ke 10 Muharram dan ini sudah turun temurun dilakukan mulai dari nenek moyang," tegas Bachtiar Parenrengi salah seorang sesepuh warga.
Sekilas, bubur ini tak lebih dari kuliner basah biasa. Namun bahan dasar dari bubur ini memiliki simbol bagi masyarakat setempat, yakni sejumlah hari dalam hitungan sepekan serta buah yang tumbuh di atas permukaan sebagai simbol kemakmuran dan limpahan rezeki untuk setiap hari selama setahun ke depan.
"Orang dulu menyimbolkan bahwa tujuh macam itu berarti jumlah hari dalam hitungan satu minggu dan buahya harus yang tumbuh di atas permukaan tanah bermakna rezeki yang melimpah," ungkap Bachtiar menutup penjelasannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.