Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rantai Hidup Keramba Jaring Apung

Kompas.com - 23/07/2012, 04:51 WIB

Sejak dirintis tahun 1974, usaha budidaya ikan keramba jaring apung di Waduk Ir H Djuanda, di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, nyaris tak pernah surut. Dengan produksi lebih dari 70.000 ton ikan per tahun, usaha ini menggerakkan ekonomi rakyat serta menghidupi 3.636 rumah tangga yang terlibat langsung di dalamnya.

Badan Pusat Statistik mencatat, nilai produksi usaha keramba jaring apung (KJA) di Purwakarta mencapai Rp 730,7 miliar pada tahun 2009, sekitar 53,6 persen dari total nilai produksi KJA Jawa Barat yang mencapai Rp 1,36 triliun. Keberadaan KJA menjadikan Jabar sebagai ”lumbung” ikan air tawar nasional.

KJA mulai dibudidayakan di Waduk Ir H Djuanda di bawah pengelolaan Perum Jasa Tirta (PJT) II pada tahun 1988. Teknologi ini awalnya diperuntukkan bagi warga lokal yang tergusur proyek pembangunan waduk. Namun, KJA terus berkembang karena menguntungkan, bahkan menarik investor dari luar daerah.

Tahun 2002, jumlah KJA di waduk seluas 8.300 hektar di aliran Sungai Citarum itu 2.159 unit (petak). Kurun waktu 2005-2006 melonjak dari 5.141 unit menjadi 13.080 unit dan terus bertambah. Hasil pendataan tahun 2011, populasi KJA telah mencapai 19.630 unit.

Perkembangan itu dirasakan betul oleh Bongsu (37), warga Tajursindang, Kecamatan Sukatani, Purwakarta. Berawal sebagai buruh lepas tahun 1996, Bongsu belajar teknik pembuatan KJA, budidaya, dan pemasaran secara otodidak. Tahun 2002, dia memulai usaha sendiri. Pelan tapi pasti, usahanya berkembang hingga akhirnya memiliki 20 unit KJA.

Pola serupa dialami sejumlah warga Purwakarta. Usaha budidaya ikan KJA menarik minat dan menjadi sumber penghasilan warga. Mereka belajar hingga akhirnya membuka usaha sendiri meski dengan modal dan jumlah kolam yang terbatas.

Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Purwakarta mencatat, usaha KJA di perairan umum melibatkan 2.115 rumah tangga perikanan pada tahun 2009. Di luar itu, ada 1.521 buruh yang terlibat, seperti penjaga kolam, penebar pakan, tenaga panen, kuli angkut, dan penyedia jasa penyeberangan.

Selain berkembang di Waduk Cirata dan Saguling, yang juga di aliran Citarum, usaha KJA menumbuhkan sentra-sentra pembenihan ikan di Purwakarta, Subang, Bandung, dan Sukabumi. Usaha pendukung bermunculan, seperti toko pakan, jasa pengangkutan, serta pengolahan ikan. Semua saling menopang dan terjalin dalam sebuah ”rantai hidup”.

Khusus pengolahan ikan, Purwakarta memiliki 31 unit usaha pengolahan yang umumnya berskala rumah tangga. Usaha yang menyerap 217 tenaga kerja ini mengolah ikan mas, nila, dan bawal hasil tangkapan nelayan atau panen dari kolamkolam KJA menjadi ikan asin, abon, pindang, dan pepes. Kapasitasnya masih relatif kecil, yakni 61,3 ton selama tahun 2009, tetapi mampu memberdayakan para ibu rumah tangga.

Usaha KJA juga menopang kehidupan warga yang mengandalkan pendapatan dari jasa penyeberangan. Ahmad (26), warga Desa Kembang Kuning, Kecamatan Jatiluhur, misalnya, mendapat penghasilan Rp 40.000-Rp 200.000 per hari dari mengantar-jemput pengusaha dan pekerja KJA serta mengangkut pakan atau ikan. Penyedia jasa seperti Ahmad ratusan jumlahnya dan tersebar di sejumlah lokasi seperti di Dermaga Serpis, Ubrug, dan Galumpit.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com