Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konflik Gajah-Manusia, Perlu 'Early Warning System'

Kompas.com - 30/03/2012, 13:57 WIB
Daspriani Y Zamzami

Penulis

BANDA ACEH, KOMPAS.com - Pemerintah dan masyarakat disarankan untuk membangun system peringatan dini (early warning system) untuk penanganan serangan gajah liar terhadap pemukiman warga.

Demikian dikatakan Meenakshi Nagendra, saat memberikan kuliah umum kepada mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, dalam kegiatan Workshop Dokter Hewan se-Asia ( Regional Asian Elephant Veterinary Workshop) yang berlangsung 27-30 Maret 2012.

"Cara ini lumayan efektif untuk meminimalisir konflik antara manusia dan hewan terutama gajah. Alat pendeteksi dini akan berbunyi, ketika kawanan gajah mendekat, dan tentunya ini memberi kesempatan kepada warga untuk bersiap-siap menghalau gajah, sehingga kerusakan dan korban jiwapun bisa dihindari," jelas Meenakshi, Jumat (30/3/2012).

Ahli Biologi untuk hewan liar asal India ini juga mengakui, persoalan konflik antara gajah liar dan manusia merupakan permasalahan yang belum bisa diatasi secara menyeluruh di seluruh negara yang memiliki populasi gajah. Terlebih lagi kegiatan membuka hutan untuk pemukiman semakin banyak dilakukan.

"Selain perburuan, aktivitas konversi lahan hutan menjadi lahan perkebunan merupakan dua hal utama yang menyebabkan konflik, dan berujung pada terus punahnya populasi gajah dan hewan liar lainnya," ujar Meenakshi.

Menurut Meenakshi, ada dua hal penting yang bisa dilakukan untuk menjaga keberlangsungan populasi gajah. Pertama, meningkatkan kearifan lokal masyarakat dalam menangani konflik manusia dan gajah. Kedua, meningkatkan kapasitas dokter hewan yang dalam menangani gajah-gajah yang tertangkap dan terluka, serta dalam memberikan penanganan kesehatan pada gajah jinak.

Workshop dokter hewan dengan sepsialisasi gajah ini diikuti peserta yang berasal dari negara-negara yang memiliki populasi gajah, di antaranya Indonesia, Laos, Srilanka, India, Kolumbia, Nigeria, dan Thailand.

Dalam kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Muhammad Hambali, mengatakan, kegiatan Regional Asian Elephant Veterinary Workshop ini juga bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dokter hewan dalam menangani perawatan gajah-gajah, terutama gajah yang ditangkap dan gajah jinak.

"Di sini kita merumuskan suatu standarisasi penanganan gajah, termasuk pengobatan, merawat luka dan perawatan rutin, sehingga dengan adanya standarisasi ini juga bisa menyelamatkan gajah dari risiko kematian," jelas Hambali.

Untuk Provinsi Aceh, sebut Hambali, masih diperlukan dokter hewan dengan kemampuan standarisasi internasional, demi menangani hewan-hewan liar, khususnya gajah. "Kita di Aceh, khususnya di Banda Aceh juga punya gajah-gajah hasil tangkapan yang kemudian dijinakkan, dan gajah-gajah ini membutuhkan perawatan untuk keberlangsungan kesehatanya dan disinilah dibutuhkan standarisasi untuk penanganan dan perawatan kesehatan gajah," ujarnya.

Disebutkan Hambali, saat ini jumlah populasi gajah di Aceh semakin menurun, yang disebabkan berbagai hal, termasuk konflik dengan manusia. Untuk alam liar, sebut Hambali, tersisa 400-500 ekor gajah sementara gajah jinak yang kini ditangani oleh Pusat Pelatihan Gajah (PLG) Aceh berjumlah 48 ekor.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com