Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kami Sudah Tidak Bisa Tersenyum karena Takut...

Kompas.com - 17/12/2011, 09:25 WIB

KOMPAS.com — Wayan Sukadana, warga Pelita Jaya, Kecamatan Mesuji Timur, Kabupaten Mesuji, Lampung, mengatakan, kakaknya, Made, diduga ditembak oknum aparat keamanan. Pengakuan itu disampaikan saat Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan memperlihatkan film tentang kekerasan yang terjadi di Pelita Jaya.

”Itu kakak saya. Dia ditembak dari bagian pantat dan tembus sampai lambung,” kata Wayan saat bersaksi di Kontras di Jakarta, Jumat (16/12/2011).

Selain aksi kekerasan, pengambilalihan lahan perkampungan warga oleh perusahaan kelapa sawit menimbulkan penderitaan ribuan warga. Warga tidak hanya kehilangan rumah dan harta benda karena rumah mereka dibongkar paksa, tetapi juga kehilangan mata pencarian karena lahan garapan diambil alih. Ribuan warga kini tinggal di tenda-tenda pengungsian. Ratusan anak-anak terancam putus sekolah karena tidak dapat sekolah.

Sebelumnya, dalam kesaksian di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Kamis lalu, korban pelanggaran hak asasi manusia di area perkebunan kelapa sawit di Pelita Jaya, Mesuji, Lampung, Neneng, menceritakan penghidupan warga memilukan di negeri yang merdeka. Hak ekonomi, sosial, dan politik rakyat ibarat raib total. Kini, warga hidup dalam suasana rasa takut, tidak manusiawi, dan terancam kehilangan masa depan.

”Kalau ibu bisa tersenyum, saya tidak bisa tersenyum karena takut. Kalau anak ibu bisa sekolah, anak saya tidak bisa sekolah. Tempat ambil air pun ditutup,” kata Neneng.

Lebih menyedihkan lagi, hak-hak politik warga pun dirampas. Warga yang dianggap sebagai perambah lahan tidak mendapatkan kartu tanda penduduk (KTP). ”Puluhan ribu masyarakat di sana tidak memiliki KTP,” kata Matius Toto Nugroho, warga Pelita Jaya lainnya.

Setiap kali ingin mengurus KTP, warga tidak bisa mendapatkan KTP. Padahal, KTP sangat penting dalam administrasi kependudukan untuk mengurus berbagai hal.

Ketua Tim Advokasi Lembaga Adat Megoupak Bob Hasan mengungkapkan, sejak perusahaan kelapa sawit menguasai lahan warga, selain rumah warga dibongkar, fasilitas sosial seperti sekolah juga dibongkar. Akibatnya, warga kehilangan penghidupan.

Berbagai kekerasan oleh oknum aparat dan pasukan pengamanan swakarsa pun terjadi. ”Banyak warga yang ditangkap dan dijebloskan ke penjara dengan alasan menjadi perambah,” kata Bob Hasan. Aksi-aksi penembakan dan pembunuhan juga terjadi pada warga di Mesuji.

”Kasus pelanggaran HAM di Mesuji merupakan kasus pelanggaran HAM yang paling lengkap dan tidak ada dalam teori. Dari pelanggaran HAM berat, sedang, sampai ringan terjadi di Mesuji,” kata Bob Hasan.

Mantan Asisten Teritorial Kepala Staf TNI AD Mayjen (Purn) Saurip Kadi yang ikut mendampingi korban di Kontras mengungkapkan, korban pelanggaran HAM di Lampung dan Sumatera Selatan itu sudah kehabisan air mata. Namun, tidak ada reaksi dan respons yang cepat dari pemerintah, termasuk Komnas HAM.

”Untuk apa buat tim-tim investigasi lagi. Masyarakat di sana sudah menderita. Presiden tidak bisa hanya mengandalkan menerima laporan dari bawahannya. Presiden harus turun ke lapangan,” kata Saurip. Ia menambahkan, kasus Lampung mewakili banyak kasus serupa yang terjadi di Indonesia.

Secara terpisah, Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Timur Pradopo mengatakan, kepolisian bersikap netral dan menjamin keamanan warga. ”Kalau ada anggota kami yang melanggar, kami proses. Sebaliknya, kalau ada masyarakat yang melanggar, juga kami proses,” katanya. (FERRY SANTOSO)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    Nasional
    'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

    "Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

    Nasional
    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Nasional
    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

    Nasional
    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Nasional
    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Nasional
    Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

    Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

    Nasional
    Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

    Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

    Nasional
    'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

    "Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

    [POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

    Nasional
    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
     PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Nasional
    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com