Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politik Kekerasan di Balik Kasus Ahmadiyah

Kompas.com - 13/02/2011, 17:40 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar, menilai penyerangan terhadap warga  Ahmadiyah di sejumlah daerah didorong kepentingan politik suatu pihak. Ahmadiyah hanya dijadikan bahan untuk mempraktikkan politik kekerasan, menunjukkan kegagalan pihak tertentu.

"Selain ada orang yang ingin menjual agendanya. Karena memang ada yang main di situ, memanfaatkan kelemahan dan ketidaktegasan aparatur hukum," ujar Haris dalam jumpa pers bersama Imparsial, KontraS, dan LBH Jakarta di kantor Imparsial, Slamet Riyadi, Jakarta, Minggu (13/2/2011).

Dikatakan Haris, aktor politik yang bermain dalam politik kekerasan tersebut bukan hanya dalam skala lokal atau daerah, namun juga dalam skala nasional. Saat peristiwa di Cikeusik misalnya, Haris ragu jika tokoh lokal mampu menggerakkan massa hingga ribuan orang.  "Tidak mungkin dipimpin pemimpin lokal yang kelasnya pengajian. Bukan aktor politik lokal karena ngak mungkin sebanyak itu," katanya.

Kendati demikian, lanjut Haris, dalam peristiwa Cikeusik, kepentingan politik lokal kemungkinan besar juga bermain. Baik lokal maupun nasional seolah menjalin kerja sama yang menguntungkan. Haris menduga, penyerangan Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten, sudah dijanjikan oleh aktor politik di sana untuk menarik simpati masyarakat.

"Kelihatan sekali ada janji-janji politik pemimpin lokal membubarkan Ahmadiyah. Pembubaran Ahmadiyah itu seperti pembangunan jembatan. Dijanjikan kalau saya jadi pemimpin, saya akan bubarkan Ahmadiyah," ungkapnya.

Selain itu, pemerintah daerah setempat dalam kerusuhan Cikeusik, lanjut Haris, berperan dalam penjagaan keamanan terhadap Ahmadiyah. Pasalnya, informasi sumber kepolisian mengatakan bahwa banyak sedikitnya pasukan pengamanan di Cikeusik turut ditentukan oleh pemerintah daerah. "Jadi pemda dan Muspida di sana juga berperan," tandasnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

    Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

    Nasional
    Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

    Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

    Nasional
    Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

    Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

    Nasional
    KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

    KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

    Nasional
    Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

    Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

    Nasional
    Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

    Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

    Nasional
    KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

    KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

    Nasional
    Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

    Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

    Nasional
    Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

    Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

    Nasional
    Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

    Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

    Nasional
    Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

    Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

    Nasional
    Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

    Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

    [POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

    Nasional
    Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com