Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Informasi Tsunami Mentawai yang Terlambat

Kompas.com - 10/11/2010, 05:02 WIB

Gempa dan tsunami di Kabupaten Kepulauan Mentawai dua pekan lalu masih menyisakan pertanyaan. Sesaat setelah kejadian tidak ada informasi komplet mengenai gempa di tempat itu. Hingga beberapa jam kemudian pun banyak pihak tak mengetahui yang terjadi di pulau-pulau yang berhadapan langsung dengan Samudra Indonesia itu.

Hari Selasa (26/10), sehari setelah kejadian, sekitar pukul 10.00, ada acara simulasi bencana tsunami yang digelar di SMA 1 Padang. Di sela acara simulasi tersebut, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Barat Harmensyah yang ditanya perihal kabar gempa dan tsunami yang menerjang Kepulauan Mentawai Senin malam menjawab bahwa tak ada korban jiwa serta hanya satu rumah yang rusak. Bahkan gelombang laut disebutkan hanya 30 sentimeter.

Padahal 12 jam sebelumnya, tiga dari empat pulau besar di gugusan Kepulauan Mentawai, Sipora, Pagai Utara, dan Pagai Selatan dihajar tsunami. Bagian pesisir barat pulau-pulau tersebut yang langsung menghadap ke Samudra Hindia terkena dampak paling parah. Lebih-lebih sumber gempa berada di barat daya Pulau Pagai Selatan, pulau yang terletak di ujung sebelah selatan gugusan Kepulauan Mentawai. Sejumlah saksi mata yang selamat mengatakan, tinggi gelombang lebih dari 10 meter, bukan 30 sentimeter seperti yang dikatakan Harmensyah.

Gempa bumi pertama terjadi pada pukul 21.42 hari Senin dengan kekuatan 7,2 skala Richter. Gempa kedua yang terjadi tak lama setelah itu mendatangkan tsunami. Jadi, ketika malam itu ratusan warga di tiga pulau tersebut berjuang menyelamatkan nyawa dari terjangan tsunami, BPBD Sumbar masih belum tahu. Celakanya, sampai 12 jam setelah gempa dan tsunami meluluhlantakkan Kepulauan Mentawai, pejabat seperti Harmensyah sama sekali tak tahu betapa parah dampak bencana di sana. Hanya satu rumah rusak dan gelombang setinggi 30 sentimeter.

Faktanya, lebih dari 400 orang kehilangan nyawa dan ribuan rumah hancur tak bersisa. Saat ini lebih dari 20.000 orang mengungsi dan membutuhkan tempat tinggal sementara yang sangat layak.

Tidak tanggap

Mungkin karena ketidaktahuan dan tak tanggapnya lembaga yang seharusnya bertanggung jawab terhadap mitigasi bencana seperti BPBD, maka ketika bencana betul-betul memberi dampak luar biasa, mereka seperti kewalahan. Dua minggu setelah gempa, koordinasi terhadap penanganan pascabencana tak jelas. Padahal ada lebih dari 200 lembaga kemanusiaan, mulai dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) baik lokal maupun internasional, badan dunia dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) hingga perwakilan sejumlah perusahaan swasta dan BUMN turut terlibat dalam membantu penanganan pascabencana. Ini belum termasuk relawan kemanusiaan yang datang berkelompok ataupun individual yang datang ke Mentawai. Semuanya datang dengan tulus ikut membantu.

Akibatnya jelas, ketiadaan koordinasi membuat penanganan pascabencana kacau balau. Staf Komunikasi PMI di Mentawai, Fitriana Sidikah, mengakui, banyak sekali terjadi tumpang tindih dalam pemberian bantuan ke korban. Akibatnya, bantuan bisa salah sasaran.

Salah seorang relawan PMI mengatakan, sempat terjadi bantuan makanan hampir diberikan kepada korban yang telah menerima bantuan sejenis dengan jumlah cukup untuk bertahan hingga sebulan. Bahkan beberapa hari setelah tsunami menerjang, masih banyak korban yang belum tersentuh bantuan.

Saat jumpa pers hari Rabu pekan lalu, Harmensyah menyalahkan fasilitas komunikasi yang tak memadai sebagai penyebab telatnya informasi soal gempa dan tsunami di Mentawai.

Apa pun alasannya, ketidaksigapan BPBD Sumbar membuat penanganan bencana di Mentawai kacau. (KHAERUDIN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com