JAYAPURA, KOMPAS.com — Pendeta Socratez Sofyan Yoman, pengarang buku Suara Gereja bagi Umat Tertindas, mengaku hingga saat ini belum mendapat pemberitahuan resmi dari Kejaksaan Agung tentang larangan beredar bagi buku hasil karyanya.
"Sampai saat ini saya belum mendapat pemberitahuan tersebut, padahal alamat saya jelas," ungkap Socratez di Jayapura, Jumat (15/1/2010), sehubungan dengan pelarangan bukunya beredar oleh Kejagung.
Menurut Socratez, dengan adanya pelarangan tersebut, secara tidak langsung pemerintah "mematikan kreativitas" anak bangsa yang seharusnya dihargai dan dihormati. Larangan itu juga menandakan pemerintah tidak dewasa dan tidak mau diawasi.
Larangan seperti itu menjadikan buku tersebut justru dicari-cari pembaca karena ingin tahu apa yang ditulis di dalamnya. "Ini semacam promosi gratis bagi buku saya," ungkap Socratez seraya menambahkan, buku tersebut dicetak sebanyak 5.000 eksemplar.
Socratez mengakui, sebelumnya bukunya yang berjudul Pemusnahan Etnis Melanesia juga dilarang beredar. Sementara itu, Kepala Kejati Papua Palty Simanjuntak secara terpisah mengakui, pihaknya baru menerima surat edaran dari Kejagung tentang pelarangan buku karya Socratez tertanggal 22 Desember 2009.
"Kami baru menyebarkan ke 10 kejari di tanah Papua," ungkap Palty seraya menambahkan, dengan adanya edaran tersebut, kejaksaan akan menarik buku tersebut. Selain buku karangan Socratez itu yang ditarik dari edaran, juga tercatat satu buku lainnya berjudul Cucuran Air Mata Tuhan di Papua Barat.