Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelenteng Dharma Jaya, Situs Sejarah yang Terlupakan

Kompas.com - 16/05/2009, 14:33 WIB

KOMPAS.com — Jangankan menyebut namanya, bangunan gedungnya saja tidak terlihat. Padahal, usia Kelenteng Dharma Jaya ini cukup tua karena dibangun pada tahun 1689.

Untuk menuju lokasinya, pengunjung atau penziarah juga harus melewati pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di lorong sempit. Belum lagi sampah dan barang-barang milik kaki lima yang berserakan di sekitarnya menambah pesona kelenteng kebanggaan warga pecinan Passer Baroe makin meredup.

Bila berjalan kaki dari kawasan jalan Samanhudi, menelusuri Gang Kelinci, Pasar Baru, Jakarta Pusat, lokasi kelenteng ini nyaris tak ditemukan karena terhimpit bangunan gedung bertingkat.

Belum lagi, kegiatan mencuci piring, sendok, gelas hingga pakaian dilakukan warga setempat dengan air kotor yang mengalir di gang yang luasnya hanya sekitar 1,5 meter.

Tidak hanya itu, aroma kurang sedap dari sisa-sisa makanan, sayur-sayuran, dan ikan menyengat hidung pengunjung atau penziarah yang hendak berdoa di sana.

Bila malam tiba, di sekitar kelenteng banyak tuna wisma duduk-duduk, dan tidur pulas di emperan bangunan itu dan di pelataran rumah warga hanya beralaskan koran atau karton.

"Ini semua karena dibangunnya Plaza Metro Atom tahun 1980-an lalu," kata pengelola kelenteng Dharma Jaya, Santoso Wutoyo membuka cerita mengenai kondisi kelenteng yang nyaris terlupakan itu.

Padahal, cagar budaya ini masih menyimpan patung yang berusia ratusan tahun, seperti Dewa Rejeki (Hok-teng Ceng-sin), Dewa Macan Putih (Pai-hu Chiang-kun), Dewi Segalanya (Ma Kwan-Im), Dewa Kejujuran (Kwan Kong), Dewa Uang (Han-Tan Kong), Dewa Penolak Ilmu Hitam (Hian-thian Siang-tee), dan Dewa Air (Ema Ma-cou-po).

Selain itu di gedung bersejarah itu tersimpan enam buah tandu (joli), lentera, lampion (ten lung), bendera pusaka yang dibuat tahun 1768 juga ada tempat dupa (hiolo) kuno dan papan nama Sin Tek Bio (1753).

Barang-barang tersebut biasanya diarak saat acara Gotong Toapekong (tradisi warga Tionghoa mengarak dewa-dewi utama mengitari kelenteng setiap tanggal 15 setelah Imlek).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com